Soal Su-35, Indonesia Menunggu Sikap Amerika
SU-35 / Tass

Soal Su-35, Indonesia Menunggu Sikap Amerika

Pemerintah Indonesia menunggu pembebasan sanksi embargo dari Amerika Serikat terkait rencana pembelian 11 pesawat tempur Sukhoi SU-35 dari Rusia.

“Indonesia saat ini dalam posisi menunggu Amerika membebaskan sanksi tersebut,” kata Menko Polhukam Wiranto, saat menggelar rapat koordinasi khusus menyangkut pengadaan Su-35 dan program pengembangan jet tempur Korean Fighter Xperiment/Indonesian Fighter Xperiment (KFX-IFX), di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat 3 Agustus 2018.

Hadir dalam rakorsus itu, di antaranya Menhan Ryamizard Ryacudu, Irjen TNI Letjen Muhammad Herindra, dan Wakil KSAU Marsdya Wieko Syofyan.

Presiden AS Donald Trump pada Agustus 2017 telah menandatangani UU Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA). Regulasi itu mengatur soal sanksi kepada negara yang membeli alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari Rusia.

Namun, pada Juli 2018 Menteri Pertahanan AS James Norman Mattis mengambil sikap dengan meminta Kongres untuk memberikan keringanan atas sanksi yang diberikan.

Menurut Wiranto, sanksi yang dikeluarkan oleh Donald Trump itu bersifat umum dan kemungkinan ada tiga negara yang diberikan keringanan sanksi.

“Ada pernyataan bahwa sangat besar kemungkinannya bahwa ada tiga negara yang bisa dilepaskan dari sanksi, seperti Indonesia, India, dan Vietnam. Makanya sekarang kita tunggu. Jangan sampai press conference ini mendahului apa yang belum jelas. Makanya saya hati-hati untuk menjelaskan hal-hal yang belum pasti kepada publik, sehingga tidak membuat kegelisahan,” ujar mantan Panglima TNI ini sebagaimana dilaporkan Antara.

Wiranto pun menyambut positif kebijakan AS dengan pengajuan keringanan dan rencana pembebasan sanksi tersebut. “Kalau nekat [membeli] tetapi ada sanksi bagaimana. Dipikirkan enggak akibatnya,” kata Wiranto pula.

Pembelian 11 pesawat tempur generasi 4,5 itu untuk menggantikan F-5 Tiger yang sudah usang dengan nilai total US$1,14 miliar. Pembayaran atas kebijakan bilateral Indonesia-Rusia itu dilakukan melalui sistem barter, yaitu menukar dengan produk ekspor berupa kopi, kelapa sawit, teh, dan hasil bumi lainnya.

PT Perusahaan Perdagangan Indonesia dan Rostec (BUMN Rusia) sendiri telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) itu di Moskow, Rusia pada Agustus 2017 yang disaksikan Menteri Perdagangan RI Enggartiasto Lukita.