Tawaran Presiden Trump tentang untuk melakukan pembicaraan “tanpa prasyarat” dengan Iran datang menjadi kejutan setelah berbulan-bulan perang retorikaterus meningkat menyusul pengunduran diri Amerika dari perjanjian nuklir Iran. Ada apa sebenarnya dengan Trump?
Jawabannya, kemungkinan Presiden Amerika ini telah ditipu oleh Arab Saudi untuk percaya bahwa kerajaan tersebut akan mampu menutup penurunan minyak karena pelarangan penjualan minyak Iran setelah sanksi Amerika berlaku pada November.
“Tampaknya Presiden Trump telah ditipu oleh Arab Saudi dan beberapa produsen minyak ketika mereka mengklaim mereka dapat menggantikan 2,5 juta barel per hari ekspor Iran, mendorong dia untuk mengambil tindakan terhadap Iran,” kata Hossein Kazempour Ardebili , Kepala OPEC, sebagaimana dilansi Press TV Iran Rabu 1 Agustus 2018.
Gedung Putih mengatakan bulan lalu bahwa Raja Salman dari Arab Saudi telah berjanji kepada Trump untuk meningkatkan produksi minyak mereka hingga dua juta barel per hari untuk mengimbangi penurunan pasokan minyak Iran.
Iran bersikeras bahwa Presiden Trump telah salah hitung bahwa produsen minyak dapat mengisi kesenjangan yang dibuat sebagai akibat dari pemotongan pasokan minyak dari negaranya.
Akhir bulan lalu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri Amerika mengatakan bahwa negara-negara yang membeli minyak Iran harus menekan impor minyak mentah Iran mereka ke nol pada saat Washington memberlakukan kembali sanksi terhadap sektor perbankan dan perminyakan pada Republik Islam itu.
Washington kemudian mundur sedikit ketika Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengatakan pada bulan Juli bahwa Amerika Serikat mungkin memberikan keringanan kepada negara-negara yang ingin mendapatkan kelonggaran sanksi.
Pada Senin 30 Juli 2018, Presiden Trump mengatakan dia akan bersedia untuk bertemu Presiden Iran, Hassan Rouhani tanpa prasyarat untuk membahas bagaimana meningkatkan hubungan, tetapi Teheran dengan tegas menolak tawaran tersebut.
Bahkan Iran menyebut tawran itu tidak berharga dan “penghinaan” setelah dia bertindak sepihak memaksakan kembali sanksi terhadap Teheran setelah penarikan dari perjanjian nuklir bersejarah 2015.
“Sanksi dan tekanan adalah kebalikan dari dialog,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Iran Bahram Qassemi Selasa.
Pada 8 Mei, Presiden Donald Trump mengatakan dia menarik Amerika dari perjanjian nuklir 2015 dengan Teheran dan berjanji untuk memberlakukan sanksi tingkat tertinggi terhadap energi negara itu, petrokimia dan sektor keuangan meskipun ada keberatan dari Eropa serta Rusia dan China serta pihak-pihak lain dalam kesepakatan, yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).