Malayasia menegaskan tindakan China mendirikan pangkalan militer di Pulau Spratly, Laut China Selatan telah menimbulkan kegusaran.
Menteri Luar Negeri Malaysia Datuk Saifuddin Abdullah mengemukakan hal itu di parlemen Malaysia di Kuala Lumpur, Rabu 25 Juli 2018, menanggapi pertanyaan anggota dewan yang menanyakan pendirian pemerintah terhadap tindakan China tersebut.
“Tindakan China telah menimbulkan kegusaran dan ketidaksenangan di kalangan negara-negara anggota ASEAN dan negara lain dan berpotensi meningkatkan ketegangan serta mengubah dinamika geopolitik di kawasan Laut China Selatan,” katanya.
Walaupun tindakan China tersebut tidak melibatkan kawasan maritim Malaysia, ujar dia, Malaysia telah membangkitkan keperluan semua pihak mengecam tindakan yang boleh mengganggu keamanan dan kestabilan di kawasan itu.
“Pemerintah akan terus mengambil tindakan yang sewajarnya di dalam memastikan kepentingan negara senantiasa terpelihara. Maritim Malaysia dan Tentara Laut Diraja Malaysia akan terus melaksanakan patroli, pengawasan, pemantauan dan penegakan hukum di dalam kawasan maritim Malaysia,” katanya dilansir Antara.
Tentang kehadiran kapal perang di wilayah Malaysia, dia mengatakan undang-undang internasional termasuk UNCLOS 1982 mengatur bahwa kapal-kapal asing termasuk kapal perang mempunyai hak kebebasan pelayaran, atau dengan izin, freedom of navigation.
“Kehadiran kapal perang di dalam kawasan maritim Malaysia tidak boleh dihalangi atau diambil tindakan melainkan jika kapal-kapal perang tersebut melaksanakan aktivitas yang melanggar prinsip pelayaran seperti melaksanakan aktivitas penegakan hukum dan mengganggu kapal-kapal lain,” katanya.
Kehadiran kapal perang dari banyak negara di kawasan maritim seperti di Laut China Selatan, ujar dia, berpotensi meningkatkan ketegangan dan mengancam keamanan, keselamatan dan kestabilan sehingga pemerintah mengambil pendirian bahwa semua negara perlu mengurangi kehadiran kapal perang di Laut China Selatan.
Pemerintah berpandangan pendirian tersebut selaras dengan Deklarasi Zona Aman, Bebas dan Terkecuali atau dengan izin, Zone of Peace, Freedom and Neutrality Declaration atau ZOPFAN di Asia Tenggara.
“Di dalam mengendalikan isu Laut China Selatan yang kompleks saya ingin tegaskan bahwa pemerintah tidak akan sesekali berkompromi di dalam perkara yang boleh menimbulkan keutuhan wilayah, kedaulatan dan kepentingan negara,” katanya.