Kelompok Hamas membuat beberapa aplikasi kencan palsu untuk memancing tentara Israel dan mencuri informasi keamanan yang sensitif.
Pasukan Pertahanan Israel melaporkan ratusan tentara Israel dilaporkan dihubungi media sosial tahun ini dan diminta untuk men-download berbagai aplikasi yang tersedia di Google Play, termasuk GlanceLove, situs kencan palsu, dan Golden Cup, sebuah aplikasi Piala Dunia.
GlanceLove, aplikasi kencan palsu yang dilaporkan digunakan oleh Hamas mencoba merampas data dari telepon tentara Israel.
Menurut IDF, penyerang cyber Hamas menggunakan identitas curian untuk membuat profil media sosial untuk menggoda tentara agar memberikan informasi pribadi dan mengunduh aplikasi yang akan mengekspos mereka ke malware berbahaya. Setelah dipasang, aplikasi akan memungkinkan militan di Gaza mengakses nomor telepon tentara, kamera, dan mikrofon dari jarak jauh.
Tahun lalu, IDF menemukan puluhan profil palsu yang digunakan untuk memikat tentara untuk men-download aplikasi berbahaya seperti games “Hunters Operasi Battle.” Seorang pejabat intelijen senior mengatakan rencana itu telah digagalkan, dan tentara pada gilirannya memperkenalkan kebijakan ketat penggunaan media sosial untuk prajuritnya dan membuka hotline bagi tentara yang khawatir tentang upaya peretasan.
Tapi tahun ini, tentara mulai menerima pesan serupa dari profil, sering dari wanita muda, yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan otoritas militer.
Menurut IDF, pada bulan Januari, seorang tentara mulai berkorespondensi dalam bahasa Ibrani dengan seorang wanita bernama “Lina Kramer” di Facebook dan kemudian di aplikasi pesan populer WhatsApp.
Selama percakapan mereka, Lina meminta prajurit itu untuk mengunduh aplikasi kencan, yang kemudian dilaporkan kepada atasannya, mendorong para pejabat untuk meluncurkan penyelidikan yang disebut “Operation Broken Heart” atau “Operasi Patah Hati.”
Menurut kepala Departemen Keamanan Informasi Israel, lusinan laporan tentang interaksi serupa mulai berdatangan. Namun dia menambahkan bahwa “keamanan Israel tidak rusak” oleh upaya peretasan, dan bahwa sebagian besar tentara mengingatkan insiden itu kepada atasan mereka.
Akibatnya, Israel sekali lagi memperbarui kebijakan media sosialnya dan sedang melakukan pelatihan sehingga tentara dapat lebih mudah mengidentifikasi aktivitas jahat.