Untuk ketiga kalinya dalam tahun 2018 ini, Amerika kembali mengerahkan kapal induknya untuk berpatroli di Laut China Selatan.
Kapal induk USS Ronald Reagen dengan berat 97.000 ton yang membawa lebih dari 70 pesawat, berlabuh di Teluk Manila pada Selasa 26 Juni 2019 setelah melewati perairan strategis.
“Kehadiran militer Amerika di wilayah tersebut untuk mendukung kemampuan kita membela bangsa kita dan sekutu kita dan mempromosikan kemampuan kita untuk melindungi kebebasan laut, perdagangan tanpa hambatan, untuk mencegah konflik dan pemaksaan dan untuk mempromosikan kepatuhan terhadap tatanan internasional berbasis aturan , ” kata Laksamana Muda Marc Dalton mengatakan kepada wartawan di atas kapal sebagaimana dilaporkan Military Times.
Dua kapal induk Amerika lainnya sebelumnya berpatroli di perairan, di mana China dan lima negara lainnya telah terkunci dalam beberapa dekade perselisihan atas wilayah tersebut. Beberapa wilayah diyakini memiliki deposit gas alam dan minyak bawah laut.
China dilaporkan telah menyebarkan rudal anti-kapal, rudal permukaan ke udara, jammers elektronik dan peralatan lainnya di pulau-pulau yang dibangun di atas terumbu karang yang disengketakan di Kepulauan Spratly. Beijing juga mendaratkan pesawat pembom di Woody Island di Paracels, memicu alarm di antara negara pengklaim lainnya dan Amerika Serikat.
Washington tidak memiliki klaim teritorial di wilayah tersebut tetapi telah menyatakan bahwa kebebasan navigasi dan penerbangan di perairan adalah kepentingan nasional Amerika.
Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mengatakan pada awal bulan ini bahwa keputusan pemerintah Trump baru-baru ini untuk menolak China dari latihan angkatan laut multinasional Rim Pasific adalah “tanggapan awal” terhadap aktivitas Beijing. Mattis menyebut tindakan Amerika sebagai konsekuensi yang relatif kecil dan dia percaya akan ada konsekuensi yang jauh lebih besar di masa depan.
China berpendapat bahwa itu adalah haknya untuk membangun pertahanan di pulau-pulau di Laut China Selatan yang diklaimnya sebagai wilayah kedaulatannya.
Ada ketakutan bahwa Beijing akan menggunakan pulau-pulau tersebut untuk memproyeksikan kekuatan militernya dan berpotensi membatasi navigasi di perairan yang sibuk tersebut.