
Awalnya struktur militer Yugoslavia konvensional, dengan tentara tetap beroperasi di bawah komando pusat. Namun, untuk menyelaraskan kebijakan pertahanan dengan ideologi – dan untuk mengalihkan beberapa biaya dari anggaran federal – serangkaian reformasi pertahanan komprehensif dibuat.
Selain tentara federal, masing-masing dari enam negara bagian yakni Slovenia, Kroasia, Bosnia-Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Macedonia – membentuk kekuatan “pertahanan teritorial” sendiri.
Alih-alih melengkapi tentara yang ada, kekuatan ini secara konstitusional didefinisikan setara dengan tentara konvensional. Pasukan pertahanan teritorial dibiayai, dipelihara dan diperintahkan oleh masing-masing republik, yang merongrong monopoli tentara federal atas penggunaan kekuatan yang sah.
Kerapuhan sistem ini disorot dalam sebuah studi tahun 1976 oleh Institut Studi Strategis Internasional, di mana Adam Roberts secara serius menatakan jika fondasi sosial dan politik Yugoslavia gagal, kekuatan teritorial “mungkin disalahgunakan untuk perang sipil. ”
Doktrin militer Yugoslavia fokus untuk menggabungkan pasukan besarnya dengan pengalaman gerilya Partisans. Dalam perencanaan, ini mensyaratkan tentara konvensional mengadakan invasi, membeli waktu untuk cadangan dan masyarakat umum untuk dimobilisasi.
Integrasi warga sipil ke dalam doktrin militer bahkan diformalkan dalam sebuah undang-undang yang menyatakan bahwa dalam perang modern tidak ada batasan antara rakyat dan tentara, dan pasukan pertahanan teritorial, yang terdiri dari unit cadangan mulai dari peleton kecil penduduk desa hingga batalyon mobile pekerja pabrik. Selanjutnya, pegawai negeri sipil dan pejabat lainnya diharapkan untuk melawan penyerbu.
Yugoslavia mulai runtuh pada tahun 1991, dan dalam beberapa tahun berikutnya empat dari enam republiknya akan memisahkan diri. Hanya Macedonia, terhindar dari kekerasan karena transisi menuju kemerdekaan.
Kebijakan pertahanan Yugoslavia membentuk sebuah masyarakat yang sangat militeristik di mana hampir semua orang telah menerima setidaknya beberapa pelatihan militer dan memiliki akses terhadap senjata, menciptakan sejumlah besar tentara yang pada akhirnya akan melawan mantan rekan mereka.
Pembentukan tentara yang terpisah dan desentralisasi komando menciptakan angkatan bersenjata siap pakai yang saling bertentangan saat perundingan politik tersendat, sementara penggabungan warga sipil ke dalam doktrin militer akan menginformasikan pendekatan yang dibawa oleh banyak pemimpin ke dalam konflik yang datang.
Kebijakan pertahanan Yugoslavia memang berhasil menghalangi sebuah serangan, namun juga menciptakan kondisi perselisihan politik untuk meningkat menjadi konflik bersenjata, membentuk tentara yang saling bertarung, dan tanpa disadari mendukung taktik dan strategi yang akan menyebabkan penderitaan yang tak terhitung di antara rakyatnya sendiri.
Sumber: War is Boring