Setelah Perang Dunia II, Argentina menjadi salah satu negara tempat berlindungnya sisa-sisa kekuatan Nazi yang melarikan diri. Buka itu saja Argentina juga membajak ilmuwan Reich dan pengkhianat Prancis untuk membangun pesawat tempur jet pada tahun 1940an berdasarkan desain yang awalnya ditujukan untuk Luftwaffe.
Ceritanya dimulai pada hari-hari terakhir Third Reich di tahun 1945, ketika kapal Nazi mulai tenggelam, sekelompok penjahat perang Jerman dan kolaborator Eropa mencoba melarikan diri. Banyak yang menuju Amerika Selatan yang menawarkan perlindungan.
Salah satu negara tersebut adalah Argentina yang dipimpin rezim Presiden Juan Peron. Mereka yang melarikan diri ke Argentina salah satunya adalah perancang pesawat Prancis, Emile Dewoitine. Ciptaannya, pesawat tempur D.520, adalah petarung terbaik Prancis yang menghadapi Luftwaffe selama Pertempuran Prancis.
Tapi setelah Perancis menyerah, Dewoitine berkolaborasi dengan Nazi untuk membangun pesawat pelatih untuk digunakan oleh Luftwaffe. Oleh pemerintah Perancis dia di dituduh melakukan pengkhianatan, hingga Dewoitine melarikan diri ke Spanyol dan kemudian ke Argentina
Di sana, dia bekerja dengan insinyur Argentina untuk mengembangkan I.Ae. 27 Pulqui I, pesawat jet pertama yang dirancang dan dibangun di Amerika Latin. Dengan sayap menyapu, mesin jet Rolls Royce dan tiga roda pendaratan, Pulqui dianggap sebagai pesawat modern seperti yang diproduksi di Soviet atau Amerika saat itu.
Tetapi dengan kecepatan tertinggi hanya 447 mil per jam-hampir sama dengan Mustang P-51-dan kualitas terbang yang mengerikan, Argentina hanya membangun satu prototipe.
Anggota lain dari Klub Argentina Nazi adalah seorang perancang pesawat terbang Jerman dengan nama Tank. Kurt Tank sebenarnya adalah salah satu perancang pesawat terbang terbaik Third Reich, yang bertanggung jawab Ta. 152, varian ketinggian tinggi Focke-Wulf 190. Seandainya disainnya diproduksi lebih awal, ia bisa merebut kendali langit dari pesawat Mustang dan Thunderbolt Amerika Serikat.
Tank mencari pekerjaan setelah perang dan setelah gagal menegosiasikan kesepakatan dengan Inggris, China dan Uni Soviet, dia berakhir di Argentina.
Ketika diminta untuk merancang pesawat tempur baru untuk Buenos Aires, Tank berpaling ke Focke Wulf Ta 183, sebuah jet tempur yang hanya sampai tahap terowongan angin ketika Third Reich menyerah.
Ta 183 didukung oleh turbojet Heinkel HeS 011 tunggal yang bisa mencapai kecepatan 597 mil per jam. Dari luar Ta 183 tampak sangat mirip dengan MiG-15 Soviet dengan ukurannya yang kecil dan ekornya yang tinggi.
Tank akhirnya memodifikasi desain untuk menggunakan mesin Rolls Royce Nene, yang menghasilkan pesawat yang lebih besar.
Pemerintah Argentina memutuskan untuk menggabungkan proyek Dewoitine dan Tank menjadi Pulqui II, yang melakukan penerbangan pertamanya pada bulan Juni 1950. Pulqui II pada akhirnya memiliki kecepatan 697 mil per jam, ketinggian maksimum 49.000 kaki, jarak sejauh 2.000 mil dan membawa sebuah meriam 20 milimeter.
Tes awal menunjukkan banyak masalah. Desainnya tidak stabil secara aerodinamis dan pilot uji meninggal karena pengelasan yang salah akibat kurangnya teknologi manufaktur di Argentina. Namun, kinerja cukup terhormat sehingga beberapa negara, termasuk Mesir dan Belanda, menyatakan ketertarikannya pada pesawat tersebut pada awal 1950an.
Angkatan Udara Argentina mengusulkan untuk membeli 100 Pulqui II. Sayangnya, situasi di era Juan dan Eva Peróns tidak berjalan mulus. Karena krisis ekonomi, Buenos Aires mengalihkan uang dari keperluan pertahanan ke kebutuhan domestik, seperti pembangunan mobil dan truk. Perón memecat Tank setelah dia menuntut gaji dua kali lipat saat kontraknya berakhir pada 1955.
Hanya lima prototipe yang dibangun dan mereka terbang dalam pertempuran untuk mendukung militer pemberontak yang menggulingkan Perón pada tahun 1955. Pada akhirnya, Argentina memilih untuk membeli Meteor Inggris pada tahun 1940an dan F-86 Sabres Amerika di tahun 1950an.