Sekitar 83.000 Militer Amerika Hilang, Kelompok ini Mencoba Membawa Mereka Pulang
Puing pesawat Amerika yang jatuh di pegunungan Himalaya/USAF

Sekitar 83.000 Militer Amerika Hilang, Kelompok ini Mencoba Membawa Mereka Pulang

Pada pagi hari 25 Januari 1944, delapan penerbang muda Amerika berjalan ke sebuah lapangan terbang di Kunming, China dan menuju pesawat pengebom B-24J. Misi mereka adalah menerbangkan pesawat sepanjang 67 kaki yang di hidungnya dihiasi dengan gambar gadis dan slogan “Hot as Hell,”.

Pesawat akan terbang ke atas Himalaya untuk mengambil pasokan dari India yang dikuasai oleh Inggris. Itu adalah misi pendek tapi masih berbahaya. Cuaca di atas rute pegunungan, yang dikenal sebagai Hump, sangat tidak terduga dan parah. Sekitar 600 pesawat Amerika jatuh di daerah itu saat perang berakhir.

Orang-orang itu menempati posisi mereka: dua pilot, seorang navigator, seorang pengebom, operator radio, insinyur penerbangan, dan dua penembak.  Pada pukul 7.40 pagi, pesawat itu meraung ke langit.

Penerbangan lancar saat mereka naik ke 15.000 kaki. Tapi selama tiga jam perjalanan, awan tebal datang. Para pilot nyaris tidak bisa melihat satu mil di depan mereka. Di suatu tempat di pegunungan yang luas itu Hot as Hell akhirnya jatuh.

Pada tahun 1947,  Amerika Serikat melakukan kampanye untuk menemukan mayat lebih dari 300 orang Amerika yang hilang dalam kecelakaan pesawat di Hump. Para pencari melakukan perjalanan dengan truk, keledai, dan kaki, tetapi tidak pernah menemukan tempat di mana Hot as Hell jatuh.

Laporan resmi pencarian menyatakan, “pencairan mencakup banyak ribuan mil persegi medan hutan pegunungan, beberapa di antaranya tidak dapat diakses, belum dijelajahi, dan tidak berpenghuni.” Kesimpulan mereka: “Setiap upaya lebih lanjut untuk pemulihan mereka akan tidak berhasil. ”

68 tahun kemudian, pada suatu pagi yang cerah di bulan Oktober, Meghan-Tómasita Cosgriff- Hernández mendaki sepanjang lintasan berbatu sepanjang 2.400 kaki di Himalaya India. Antropolog dan 12 rekan setimnya telah mendaki di bawah sinar matahari yang menyilaukan selama lebih dari dua hari untuk mencapai tempat di mana mereka sekarang berdiri.

Di depan mereka ada gundukan yang curam, penuh pepohonan,  dan batu-batu besar ​​dan dipenuhi baling-baling pesawat, sayap, mesin, dan potongan-potongan lain.  Akhirnya pesawat yang jatuh pun ditemukan.

Tim Cosgriff-Hernández adalah salah satu dari sekian banyak militer Amerika Serikat yang secara teratur dikirim ke seluruh dunia.

USAF

Tetapi ini adalah pasukan ilmuwan dan juga tentara. Tugas mereka bukanlah membunuh musuh melainkan mencari orang Amerika yang mati. Sekitar 83.000 personel militer Amerika hilang dalam konflik sejak Perang Dunia II.

Mereka tewas dalam kecelakaan pesawat, tenggelamnya kapal, dan pertempuran yang kacau balau. Puluhan kali setahun, Defense POW / MIA Accounting Agency (DPAA) mengirim tim arkeolog forensik, antropolog, ahli pesawat, dan lainnya untuk menjelajahi hutan Vietnam, hutan Eropa, kepulauan Pasifik, dan bekas zona pertempuran lainnya  untuk mencari sisa-sisa kerangka militer mereka.

Menemukan mayat hanyalah rintangan pertama. Setelah itu adalah memastikan kerangka siapa yang ditemukan harus menggunakan banyak ilmu dari kedokteran gigi forensik, analisis DNA, dan teknik lain.

Badan ini mendapat anggaran tahunan sebesar US$112 juta dolar Amerika dan dengan sekitar 700 staf  yang bekerja di sebuah pusat di Hawaii dan jaringan laboratorium dan pangkalan lapangan yang luas. Pada waktu tertentu, para peneliti bekerja pada sekitar 1.200 kasus.

Proyek ini dimulai setelah Perang Vietnam, ketika keluarga prajurit yang hilang menekan pemerintah untuk mencari tahu apa yang telah terjadi dengan orang yang mereka cintai. Ratusan sisa-sisa dari konflik itu telah ditemukan dan dikembalikan ke kerabat.

“Karena keberhasilan itu, kemudian oleh Kongres ditambahkan Perang Korea,” kata Kelly McKeague, mantan jenderal utama Angkatan Udara yang adalah direktur DPAA. “Kemudian keluarga lain mulai bertanya, ‘Bagaimana dengan kami?'”

Badan ini sekarang secara resmi ditugaskan untuk melakukan pencarian terhadap semua personel yang hilang dari Perang Dunia II hingga konflik hari ini. Sebanyak 39.000 dari total hilang di laut, dan badan itu tidak berharap bisa memulihkan jasad mereka. Tetapi sisanya juga masih sangat banyak.

Pencarian fragmen dan kerangka

Banyak pencarian dimulai dengan arsip-arsip dan basis data digital. Para sejarawan dan arsiparis DPAA meneliti laporan-laporan pertempuran, catatan penerbangan dan kapal, dan dokumen-dokumen lain untuk mencari tahu di mana para prajurit, pelaut, marinir, dan penerbang itu meninggal.

Situs jatuhnya Hot and Hell, diserahkan kepada agensi: Clayton Kuhles, seorang pendaki gunung Arizona  yang menemukan beberapa reruntuhan pesawat dengan bantuan seorang pemandu lokal pada 2006.

Kuhles melaporkan penemuannya ke Departemen Pertahanan, tetapi situs ini terletak di Arunachal Pradesh, sebuah negara yang sensitif secara politik di timur laut India. China mengklaim bagian dari wilayah itu, yang berbatasan dengan Tibet.

Mendapatkan izin untuk personel militer Amerika ke sana terbukti sulit. Pihak berwenang India akhirnya mengizinkan akses kru pemulihan pada awal 2009, tetapi badai salju memaksa mereka berhenti setelah hanya beberapa hari.  Percobaan kedua di akhir tahun itu tidak menemukan sisa-sisa manusia. Mereka tidak medapatkan izin lain hingga 2015.

Cosgriff-Hernández adalah pemimpin ilmiah pada misi 2015, dan satu dari dua wanita yang ada dalam tim.

Ketika permintaan keluar pada pertengahan 2015 mencari sukarelawan untuk misi Hot as Hell, dia langsung menawarkan diri. Akan menjadi sulit oleh standar siapa pun — lebih dari sebulan menghabiskan waktu di ketinggian Himalaya dan jauh dari tempat tinggal manusia.

Pada akhir September, kelompok itu terbang ke India timur laut dan mengemudikan SUV ke kota terpencil Damroh. Kemudian mereka melanjutkan dengan berjalan kaki. Mereka mendaki sekitar sembilan jam pada hari pertama, dan lebih dari enam jam di hari berikutnya.

Pemandangannya sangat indah, tetapi perjalanan di dataran tinggi sering berliku-liku. Bahkan tim medis Sersan 1 Saule Plott, veteran Pasukan Khusus Amerika dari tiga tur Irak, merasa kesulitan. “Itu sangat, sangat curam, dan sangat panas,” katanya. “Saya akan mengatakan bahwa sebagian besar dari kita belum siap untuk itu.”

Para pencari mendirikan base camp sekitar satu jam perjalanan dari reruntuhan. Itu adalah tempat terdekat dengan tanah yang cukup datar.

Cosgriff-Hernández, Plott, dan beberapa lainnya melakukan perjalanan pertama ke situs tersebut keesokan harinya. Plott tercengang. “Ini adalah pemandangan yang bisa dilihat, terutama di antah berantah,” katanya.

“Seluruh pesawat, rusak menjadi beberapa bagian. Fuselage, mesin di sini, ban di sana-sini.  Semua berserakan lebih dari satu setengah mil persegi.”

Dia tahu tidak akan ada yang kerangka utuh  setelah lebih dari 70 tahun terpapar pada unsur-unsur, semua yang mungkin tersisa dari awak kapal adalah fragmen-fragmen dari “bahan osseus” semacam gigi.

Plott bertanya-tanya, apakah mereka bisa menemukan sesuatu sekecil gigi di rimba yang dipenuhi puing-puing itu?

Sebelum pencarian dimulai, teknisi peledak menyapu area dengan detektor logam untuk mencari amunisi yang tidak meledak. Lerengnya sangat curam sehingga anggota tim harus berkerja sangat keras.

Situasi semakin sulit ketika hujan turun. Plott sempat berpikir apa yang dilakukan ini tidak akan berguna. Kemudian dia melihat sesuatu di layarnya: dua gigi yang berubah warna, menempel ke tulang belulang. Pemandangan itu membuat hatinya berdesir. “Saya harus menahan air mata,” katanya. “Saya tiba-tiba berpikir saya telah membuat keputusan yang tepat untuk menjadi sukarelawan.”

Namun cuaca segera memburuk. Seorang pencari terperangkap sebentar di bawah batu besar yang longsor dan melukai lututnya. Tim memutuskan terlalu berbahaya untuk melanjutkan. Setelah 35 hari di Himalaya, mereka mengemasi barang berharga mereka dan kembali ke Hawaii. Tetapi kerja keras tersebut tidak terlalu banyak memberi hasil.

Sumber: Popular Science