Resimen Special Air Service (SAS), pasukan khusus Australia sedang menghadapi pengawasan dan penyelidikan ketat atas tindakannya dalam operasi militer dan zona konflik di masa lalu.
Surat kabar Sydney Morning Herald mengutip sumber-sumber militer melaporkan Sabtu 9 Juni 2018 dalam dua minggu terakhir, lebih dari selusin tentara SAS telah diinterogasi oleh hakim sebagai bagian dari penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap dugaan kejahatan perang yang dilakukan resimen tersebut.
Para prajurit telah ditanyai oleh Hakim Pengadilan Tinggi New South Wales, Paul Brereton di Perth dan Sydney.
Pihak berwenang belum secara resmi merilis informasi rinci tentang penyelidikan tersebut. Namun, sumber di unit yang telah diwawancarai menggambarkan pertanyaan itu sebagai proses “melelahkan” dan berlangsung hingga lima jam.
“Saya kaget dengan hal-hal detail yang dia [Hakim Agung Paul Brereton] miliki,” kata salah satu tentara SAS kepada Sydney Morning Herald.
Dia menjelaskan bahwa dia diwawancarai tentang dugaan pelanggaran di unit di Afghanistan, dan mengatakan dia mendukung penyelidikan karena itu satu-satunya cara bagi resimen untuk bergerak maju.
Temuan penyelidikan pada tahun 2016, yang tersedia bagi publik hari ini, mengungkapkan bahwa personel militer Australia, termasuk tentara SAS, melakukan kejahatan perang selama Perang Afghanistan.
Laporan ini juga menyoroti masalah yang lebih tinggi dalam hirarki pasukan khusus Australia, mengklaim ada “kurangnya akuntabilitas sepenuhnya” dari perwira senior dan “rantai komando militer.”
Selain itu, laporan ini mengungkapkan bahwa beberapa anggota pasukan khusus Australia secara rahasia memberikan kesaksian, menyoroti “penerapan kekerasan yang tidak sah dan ilegal dalam operasi” oleh rekan-rekan mereka yang dianggap “pengabaian terhadap kehidupan dan martabat manusia.”
Hanya sebagian kecil dari laporan yang telah dirilis, dan Partai Buruh menyerukan agar seluruh dibuka untuk publik.
“Kami juga akan mencari dengan tetap tunduk pada pertimbangan keamanan nasional bahwa sebanyak mungkin laporan ini harus dibawa ke domain publik. Informasi seperti ini seharusnya tidak terungkap melalui kebocoran ke surat kabar, ” kata Juru Bicara Partai Buruh Richard Marles dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, Amnesty International telah menyatakan keprihatinannya yang mendalam tentang kedua laporan tersebut dan mengatakan bahwa ada banyak pertanyaan seputar tindakan militer Australia yang melanggar hukum hak asasi manusia internasional.
Kementerian Pertahanan Australia belum mengindikasikan apakah akan merilis temuan, karena terus menghadapi tekanan dari politisi oposisi dan kelompok hak asasi manusia.