Rencana perdamaian yang disusun PBB untuk Yaman menyerukan kepada Gerilyawan Houthi menyerahkan rudal balistiknya sebagai imbalan untuk mengakhiri kampanye pemboman koalisi yang dipimpin Saudi dan perjanjian pemerintahan transisi.
Rencana itu terungkap dalam dokumen rancangan dan pernyataan sejumlah sumber kepada Reuters Kamis 7 Juni 2018.
Rencana, yang belum diumumkan dan dapat dimodifikasi tersebut adalah upaya terbaru untuk mengakhiri perang saudara Yaman yang sudah berlangsung tiga tahun dan ,telah melahirkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Konflik tersebut mengungkap Houthi yang didukung Iran, menguasai ibukota Sanaa pada tahun 2014, melawan pasukan Yaman yang setia kepada Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi dan didukung oleh internasional terutama koalisi pimpinan Arab Saudi dan Amerika. Koalisi khawatir Houthi adalah bagian dari perebutan kekuasaan regional oleh Teheran.
Upaya sebelumnya untuk mengakhiri konflik, yang menurut PBB telah menewaskan lebih dari 10.000 orang, telah gagal. Tidak jelas apakah rencana baru akan berjalan lebih baik mengingat perbedaan kepentingan para pejuang di lapangan dan para pendukung internasional.
Sebuah rancangan dokumen yang dilihat oleh Reuters dan dikonfirmasi oleh dua sumber yang akrab dengannya mengatakan bahwa sebagai langkah menuju pengaturan keamanan baru senjata berat dan menengah termasuk rudal balistik akan diserahkan oleh aktor militer non-negara secara teratur dan terencana. “Tidak ada kelompok bersenjata yang akan dibebaskan dari perlucutan senjata,” katanya.
Sumber-sumber yang berbicara dengan syarat tidak disebutkan namanya itu, membenarkan bahwa persyaratan tersebut termasuk rudal balistik yang digunakan Houhti untuk beberapa kali menyerang Arab Saudi.
Dokumen ini juga mengutip rencana untuk menciptakan pemerintahan transisi, di mana “komponen politik akan terwakili secara memadai,” yang mengisyaratkan Houthi akan masuk dalam kekuatan pemerintahan tersebut.
“Tujuannya adalah untuk menghubungkan aspek keamanan dan politik dimulai dengan penghentian pertempuran kemudian bergerak menuju penarikan pasukan dan pembentukan pemerintah persatuan nasional. Tujuan terakhir ini mungkin bisa menjadi yang paling sulit,” salah satu sumber kata.
Rencana perdamaian itu dirancang oleh utusan khusus PBB Martin Griffiths, yang akan menyampaikan “kerangka untuk negosiasi” di Yaman pada pertengahan Juni.
Seorang pejabat Houthi dengan hati-hati menyambut upaya tersebut dan menggambarkan gencatan senjata sebagai bangunan pertama dalam proses politik.
“Optimisme kami akan ditentukan oleh seberapa serius pihak-pihak lain dalam menghormati upaya tersebut,” kata pejabat itu kepada Reuters. Dia mengakui bahwa perjanjian sebelumnya gagal.
Anwar Gargash, menteri luar negeri UEA untuk urusan luar negeri, mengisyaratkan keinginan Abu Dhabi untuk mendukung upaya Griffith.
“Secara politik, ada kebutuhan untuk mendukung upaya PBB. Pada akhirnya akan berarti transisi, ke tatanan politik baru di Yaman. Jelas dengan upaya PBB, militer dan proses politik akan melihat Houthi menarik diri dari pusat-pusat kota,” dia mengatakan kepada surat kabar berbahasa Inggris UEA, The National.