Pemerintah Amerika Serikat terus menekan aktivitas militer Beijing di Laut China Selatan (LCS). Washington menuduh, pergerakan militer Negeri Tirai Bambu di perairan sengketa itu menunjukan jika mereka bukanlah tetangga yang baik.
“Pengerahan rudal oleh China di LCS dilakukan untuk mengintimidasi dan memaksa tetangga mereka,” kata Menteri Pertahanan Amerika Jim Mattis sebagaimana dilaporkan BBC, Sabtu 2 Juni 2018.
Mattis mengatakan, China telah memasang perlengkapan militer beperangkat keras seperti rudal anti-kapal, roket dari bawah laut hingga pengacak sinyal di perairan LCS. Menurut Mattis, tujuan Beijing berada di laut konflik tersebut perlu dipertanyakan.
“Lepas dari klaim China terhadap perairan itu, penempatan sistem senjata militer ditujukan untuk mengintimidasi dan memaksa,” tegas Mattis lagi.
Mattis mengatakan, pemerintah AS sebenarnya ingin membina hubungan baik dan konstruktif dengan China. Dia melanjutkan, hal ini tak lepas dari pengaruh China hingga memiliki peran di kawasan.
Namun, jelas Mattis, Paman Sam tetap akan melakukan persaingan sehat dengan negara yang dipimpin Presiden Xi Jinping tersebut.
Seperti diketahui, LCS merupakan salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia. Perairan tersebut disengketakan oleh enam negara yakni, Malaysia, Filipina, Taiwan, Vietnam dan Brunei Darussalam.
LCS menjadi polemik lantaran merupakan jalur laut strategis. Perairan tersebut dilalui kapal muatan barang dagang senilai lebih dari 5 triliun dolar AS setiap tahun. Belum lagi potensi perikanan yang dapat memasok pangan warga di kawasan tersebut.
Konflik menyangkut LCS dimulai pada penetrasi yang dilakukan China yang mengklaim sepihak terhadap kepemilikan mayoritas wilayah perairan tersebut. Klaim bermula saat China memproduksi peta LCS yang menyertakan sembilan garis putus-putus.
China menyatakan bahwa wilayah yang masuk dalam lingkaran garis itu adalah kawasan teritorial mereka. Peta tersebut dikeluarkan pada 1947 silam. Peta tersebut menyertakan kepulauan Paracel dan Spratly sebagai bagian dari wilayah China.
Kawasan kepulauan Spratly dan Paracel yang menjadi sengketa sebenarnya merupakan wilayah tidak berpenghuni. Kendati, kedua pulau itu disebut-sebut memiliki cadangan sumber daya alam meski belum diketahui seberapa besar sumber daya yang disimpan. Itu lantaran masih minimnya ekplorasi yang dilakukan di kawasan tersebut.
Namun, kawasan ini disebut-sebut memiliki cadangan minyak bumi terbukti sebesar 1,2 km (7,7 miliar barel) dengan perkiraan total 4,5 km (28 miliar barel). Cadangan gas alamnya diperkirakan sebesar 7.500 km (266 triliun kaki kubik).
Laporan Energy Information Administration Amerika Serikat pada 2013 lalu menaikkan perkiraan total cadangan minyak di sana menjadi 11 miliar barel. Pada 2014, China memulai pencarian minyak di perairan yang dipersengketakan dengan Vietnam.