
Situasi berubah ketika beberapa skuadron F-86 Sabre datang. Pesawat dengan kecepatan maksimum sekitar 680 mil per jam atua hampir supersonik. Tetapi jumlah yang datang tidak terlalu besasr, karena perencana Amerika khawatir bahwa Korea adalah pengalihan perhatian pasukan AS dari Eropa Barat. Meski demikian jumlah Sabre yang dikirim bisa dikatakan cukup.
Pilot MiG Rusia, China dan Korea Utara menemukan Sabre sebagai pesawat yang harus diwaspadai. Pesawat ini sebenarnya tidak bisa terbang tinggi, mendaki secepat atau manuver tajam seperti pesawat Soviet.
Tapi bisa menyelam lebih cepat, aerodinamis stabil lebih, dan memiliki radar gunsight yang berguna selama dogfights kecepatan tinggi.
Dan dalam posisi ini kemampuan pilot menentukan. Pada Perang Dunia II pilot muda banyak terlibat dalam pertempuran dan banyak dari mereka yang akhirnya menjadi korban. Selain juga disebabkan kualitas pesawat belum baik.

Tetapi dalam perang Korea ini Soviet mengirim banyak pilot ace mereka di Perang Dunia II. Ivan Kozhedub pilot yang mencapai 62 kemenangan di Front Timur dan selamat dari pilot ikut dalam perang ini. Sementara Amerika mengirim pilot “Gabby” Gabreski yang mencapai 28 kemenangan.
Kedua belah pihak dalam posisi seimbang dalam hal pilot dan kualitas pesawat. Namun Amerika memiliki kelemahan yakni pembatasan politik berupa larangan mengejar MiG yang berbasis di Yalu China.
Situasi kembali berubah ketika Soviet mengganti pilot ace mereka dengan pilot rookie yang memiliki tingkat pelatihan taktik rendah dibandingkan pilot Barat. Mereka kebanyakan pilot China dan Korea Utara yang baru. Dan pada saat itulah Sabre mulai menciptakan skor kemenangan besar.
Dildy dan Thompson menyebut 224 Sabre hilang, dimana sekitar seratus adalah hasil dari pertempuran udara.
Mereka memperkirakan 566 MiG-15 dihancurkan oleh Sabre, yang akan menempatkan rasio kill AS sekitar 5,6 : 1. Tetapi jika dihitung pada masa para pilot Soviet yang berpengalaman masih ikut bertempur rasio jatuh menjadi 1,4: 1.