Australia akan meninjau ulang undang-undang spionase mereka, untuk memperkuat badan Intelijen di tengah ancaman terorisme dan kekhawatiran terhadap semakin luasnya pengaruh China.
Selama beberapa tahun terakhir Australia memang terus menaikkan anggaran dan kewenangan kepada badan kepolisian dan Intelijen untuk meningkatkan kemampuan mengatasi ancaman terorisme.
Pada Desember lalu saat merespon “laporan mengkhawatirkan terkait pengaruh China”, pihak pemerintah mengalihkan fokus mereka pada dugaan intervensi asing dalam politik dan melacak donasi-donasi politik dari pihak asing.
“Kita hidup di tengah maraknya intervensi, pengaruh, dan mata-mata asing, serta terorisme domestik,” kata Jaksa Agung Australia Christian Porter kepada stasiun radio SAA Rabu 30 Mei 2018.
“Kami berpendapat sudah waktunya untuk memikirkan ulang sistem secara keseluruhan dari atas sampai ke bawah,” kata dia sambil menambahkan bahwa pihaknya tidak bermaksud mengubah undang-undang sebagai respon terhadap “negara tertentu.”
Meski demikian, proses revisi undang-undang yang akan memakan waktu selama 18 bulan ini akan dipimpin oleh mantan kepala badan Intelijen Australia, Dennis Richardson, yang pada tahun lalu mengatakan bahwa China tengah menggelar operasi mata-mata besar terhadap Australia.
“Dengan China, kita berada dalam situasi yang belum pernah kita alami sebelumnya,” kata Profesor Greg Barton, pakar keamanan dari Universitas Deakin di Melbourne.
Undang-undang yang sudah tidak sesuai dengan tantangan zaman tidak lagi bisa menjawab persoalan yang ditimbulkan oleh internet dan keamanan siber, kata Barton.
Sebagai sekutu dekat Amerika Serikat, badan-badan Intelijen Australia terus berkembang sementara negara tersebut tengah waspada menyusul sejumlah serangan pada tahun 2014 oleh individu-individu yang baru pulang dari medan pertempuran di Timur Tengah.
Menurut sejumlah otoritas setempat, perluasan kewenangan badan Intelijen itu telah berhasil menggagalkan puluhan rencana serangan sejak tahun itu.
Pada saat bersamaan, badan-badan Intelijen juga semakin memusatkan fokus untuk menghalau pengaruh China sehingga berdampak pada hubungan dagang kedua negara.
Kepala Intelijen Australia juga memperingatkan universitas-universitas di sana untuk “sangat berhati-hati” terhadap intervensi asing, yang merupukan indikasi adanya keterlibatan China dalam kampus-kampus.