
Pada tahun 2011, Arab Spring menyebabkan gelombang kerusuhan politik yang menyapu seluruh Timur Tengah, memicu perang sipil di Suriah.
Pada tahun 2012, Damaskus telah kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah negara itu kepada kelompok-kelompok pemberontak Sunni Arab dan Kurdi yang terpecah belah.
Teheran melakukan segala upaya untuk menyelamatkan Assad dengan mengirim Korps Garda Revolusi Iran dan melatih serta memimpin pasukan pemerintah Suriah ke dalam pertempuran.
Namun, militer Suriah yang terpecah-belah membutuhkan lebih banyak tenaga kerja ketika pemberontakan menyebar. HIngga pada tahun 2012, sekitar 3.000 pejuang Hizbullah melintasi perbatasan Libanon untuk bergabung dalam perang atas nama Assad.
Tetapi dukungan Iran dan Hizbullah tidak cukup bagi Assad untuk memenangkan perang tetapi setidaknya mereka mempertahankan rezim Assad tetap berkuasa. Hingga akhirnya intervensi Rusia pada 2015 yang akhirnya mengubah arus.
Suriah tetap merupakan pos terdepan terakhir dari pengaruh Rusia di Timur Tengah, terutama dalam bentuk pangkalan angkatan laut di Latakia.
Moskow menghitung bahwa tidak hanya intervensi dalam perang melindungi Suriah sebagai aset, tetapi juga memberikannya kesempatan untuk menguji berbagai sistem senjata yang belum pernah digunakan dalam pertempuran sebelumnya, dengan demikian menjadi ajang iklan untuk klien ekspor.
Sekarang bahwa kekuasaan Assad telah aman, menjadi jelas bahwa peningkatan infrastruktur pangkalan-pangkalan Iran di Suriah kemungkinan akan tetap ada dan Iran bermaksud untuk menggunakannya untuk menyalurkan drone, artileri, senjata anti-pesawat dan senjata anti-tank ke Hizbullah untuk menantang dominasi militer Israel.
Hal ini telah menimbulkan kampanye pemboman Israel yang semakin intensif untuk melumpuhkan penumpukan kekuatan, baik melalui serangan pendahuluan maupun serangan balik reaktif.
Sejauh ini, pertempuran telah berlangsung berat sebelah dengan hanya satu pesawat Israel ditembak jatuh oleh pertahanan udara Suriah selama tujuh tahun, sementara lusinan target Suriah telah dihantam bom Israel dan berbagai fasilitas dan senjata canggih dihancurkan.
Pasukan Iran dan Hezbollah, bagaimanapun, terus menguji pertahanan Israel dengan drone dan artileri, sehingga perang proksi berpotensi terus meningkat untuk beberapa waktu.
Diambil dari tulisannya Sébastien Roblin di National Interest