Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan program pembuatan pesawat tempur bersama Korea Selatan yang dikenal sebagai Korean Fighter Xperiment/Indonesia Fighter Xperiment (KF-X/IF-X) sampai saat ini belum mencapai titik temu dan masih terus dinegosiasikan.
“Kami negosiasikan terus,” katanya, dalam perbincangan dengan Antara di Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, Jumat 18 Mei 2018.
Beberapa waktu lalu proyek dengan total investasi kedua negara yang mencapai US$8 miliar itu diklaim sudah masuk tahap engineering manufactur development (EMD).
Namun, program yang dibiayai Korea Selatan 80 persen dan Indonesia 20 persen itu masih dinegosiasikan kelanjutannya.
Penelusuran Antara, pengembangan pesawat tersebut terkendala pengadaan beberapa komponen yang lisensinya dimiliki Amerika Serikat.
Korea Selatan dan Indonesia sejatinya mencoba menyiasati kendala itu, dengan berkolaborasi dengan negara-negara di Eropa untuk pengadaan komponen tersebut. Kerja sama pengembangan jet tempur generasi 4,5 tersebut telah dimulai sejak 2016.
Ditargetkan pada 2019 prototipe pesawat tempur tersebut diproduksi. Kemudian, pesawat dapat diluncurkan dan bisa terbang pada 2021. Pada 2026, diharapkan pesawat tempur KFX/IFX bisa mendapatkan type certificate. “Kita sedang negosiasikan terus, agar dapat segera diputuskan,” kata Menhan.
Menhan Ryamizard mengatakan kekuatan militer yang memadai harus dimiliki Indonesia untuk memperkuat posisi tawar Indonesia di tingkat regional dan global.
Di bagian lain Ryamizard mengatakan kekuatan militer menjadi salah satu pilar memperkuat posisi tawar Indonesia.
“Kita memiliki kekuatan yang besar. Sumber Daya Manusia (SDM) yang mencapai 250 juta, kekayaan alam melimpah. Kalau ini disatukan, menjadi kekuatan yang besar, apalagi ditambah kekuatan militer, akan semakin memperkuat posisi tawar Indonesia,” katanya, dalam perbincangan dengan Antara di Kementerian Pertahanan RI, Jakarta, Jumat.
Ia menuturkan Indonesia adalah negara yang cinta damai, namun tetap harus memperkuat militernya salah satunya untuk memperkuat posisi tawarnya baik di tingkat regional maupun global.
“Karena itu, kami terus meningkatkan kemampuan dan kekuatan TNI, termasuk dengan menggunakan alat utama sistem persenjataan buatan dalam negeri. Kapal patroli, helikopter, senjata serbu, semua sudah bisa kita buat, dan telah teruji keandalannya,” tutur mantan Kepala Staf TNI Angkatan Darat tersebut.
Untuk persenjataan strategis berteknologi tinggi seperti kapal selam, Indonesia secara bertahap akan memproduksinya di dalam negeri.
Mantan Panglima Kodam Jaya dan Kodam Brawijaya itu menekankan,”Kemhan terus mendorong penggunaan alutsista produksi dalam negeri. Sambil secara bertahap memproduksi alustsista berteknologi tinggi”.
Pada 2018, Indonesia memiliki kapal selam baru KRI Ardadedali-404 yang diproduksi di galangan kapal Daewoo Shipbuilding Marine and Engineering (DSME), Korea Selatan.
Selain itu, TNI juga menerima 8 unit helikopter serang AH-64E Apache, buatan Amerika Serikat dan pada Oktober mendatang, Indonesia akan memiliki pesawat tempur Sukhoi SU-35 buatan Rusia.
Pembelian sejumlah alat utama sistem persenjataan itu merupakan langkah strategis Pemerintah Indonesia dalam rangka menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indoensia (NKRI) berdasar peluang ancaman yang dihadapi secara regional maupun global.
“Sejumlah persenjataan strategis itu berperan memberikan efek gentar, mengingat potensi ancaman yang dihadapi juga semakin luas spektrumnya,” ujar Menhan Ryamizard.
Pembelian sejumlah persenjataan tersebut juga bertujuan mempercepat penguasaan teknologi alutsista modern oleh Indonesia, demikian Ryamizard Ryacudu.