Saling klaim terkait hasil serangan rudal di Suriah antara Amerika dan Rusia menarik untuk disimak. Rusia meyakini Suriah bisa merontokkan 71 dari 105 rudal yang ditembakkan. Sebuah prestasi besar untuk sistem pertahanan Suriah yang diperkuat dengan senjata yang relatif tua.
Sebaliknya, Amerika menegaskan tidak ada satupun rudal mereka yang tertahan. Semua meluncur sesuai rencana dan menghancurkan target sekaligus meruntuhkan kemampuan rezim Bashar Assad untuk membuat dan menyimpan senjata kimia.
Klaim soal keberhasilan intersepsi rudal bukanlah hal baru. Akan selalu begitu karena klaim apapun akan sangat sulit untuk dibuktikan. Jadi bebas-bebas saja mereka mengklaim untuk mempertahankan prestise dan kemampuan senjata buatan mereka.
Klaim terbaik dalam hal rudal sangat penting mengingat perang masa kini dan masa depan sangat didominasi oleh kekuatan rudal. Jadi setiap negara berusaha memiliki payung udara terbaik dan klaim kesukesan penting untuk pemasaran senjata.
Salah satu senjata pertahanan udara yang diklaim sebagai salah satu yang terbaik adalah Iron Dome yang dibangun dan digunakan Israel?
Kolumnis pertahanan Michael J. Armstrong dalam tulisannya di The Conversation dan dikutip Business Insider Selasa 17 April 2018 mengupas tentang klaim Iron Dome yang menurutnya tidak sehebat apa yang dikatakan selama ini. Benarkah?
Kedatangan Iron Dome
Iron Dome mulai beroperasi di Israel pada tahun 2011. Sistem ini meraih ketenaran internasional selama konflik Jalur Gaza tahun 2012 dan 2014. Tetapi sebenarnya juga memicu kontroversi tentang kinerja mereka yang sebenarnya.
Setiap sistem Iron Dome termasuk radar, komputer, dan beberapa peluncur. Radar mendeteksi roket yang masuk. Komputer kemudian memperkirakan titik-titik impak. Jika ada roket yang mengancam target yang berharga, peluncur akan menembak jatuh.
Sistem ini menghabiskan miliaran dolar untuk mengembangkan, membangun, dan memuat kembali. Amerika Serikat menyumbang US$ 1,3 miliar untuk mengembangkannya dan baru-baru ini menganggarkan beberapa ratus juta dolar lagi.
Lima sistem Iron Dome digunakna selama Operation Pillar of Defense 2012 melawan Gaza. Mereka mengklaim 421 kali mengintersep roket. Itu adalah 85 persen roket yang mereka gunakan. Para pengamat menyatakan teknologi sebagai “pengubah permainan yang menandai akhir dari roket.”
Sembilan sistem berpartisipasi dalam Operasi Protective Edge. 2014. Mereka mengklaim 735 kali sukses melakukan intersep roket dan mortir atau 92 persen dari total rudal yang ditembakkan lawan.
Skeptisisme tentang intersepsi rudal
Namun, intersepsi rudal sulit dan sering diragukan, seperti dalam kasus Suriah. Analis juga meragukan klaim sukses Amerika mencegat rudal Irak selama Perang Teluk 1991. Intersepsi rudal oleh Arab Saudi baru-baru ini terhadap rudal Houthi juga diragukan.
Untuk Iron Dome, video upaya intersepsi tidak memiliki cukup detail untuk mengkonfirmasi roket dihancurkan. Hingga kritikus juga mempertanyakan klaim Israel. Seorang analis amerika berpendapat tingkat intersepsi yang efektif mungkin 30 hingga 40 persen. Yang lain bahkan menempatkannya di bawah 10 persen. Seorang kritikus Israel menyebut sistem itu sebuah gertakan.
Sebagai tanggapan, pembela Iron Dome telah menunjukkan penurunan tingkat kerusakan properti. Israel tidak memiliki interceptors selama Perang Lebanon Kedua 2006. Dalam konflik itu, negara menderita 6,7 klaim asuransi kerusakan properti per roket.
Angka tersebut turun menjadi 2,9 pada tahun 2012 dan 1,2 pada tahun 2014. Pendukung berpendapat penurunan tajam terjadi setelah kedatangan Iron Dome yang sekaligus membuktikan keberhasilan sistem tersebut.
