Presiden Prancis Emanuel Marcon mengklaim memiliki bukti bahwa pasukan pemerintah Suriah memang menggunakan gas beracun saat menyerang wilayah yang dikuasai pemberontak. Paris juga akan segera memutuskan apakah akan menyerang negara tersebut.
“Kami memiliki bukti bahwa senjata kimia yang digunakan pekan lalu, setidaknya klorin, dan mereka digunakan oleh rezim Bashar al-Assad,” kata Macron, dalam sebuah wawancara dengan saluran televisi TF1 Prancis Kamis 12 April 2018.
Presiden menambahkan bahwa ia akan membuat keputusan akhir mengenai apakah akan menyerang Suriah setelah verifikasi yang diperlukan dilakukan. “Kami akan perlu mengambil keputusan pada waktunya, ketika kami menilai itu paling berguna dan efektif,” katanya.
Macron mengatakan tujuan dari setiap intervensi Prancis akan menghapus kemampuan serangan kimia pemerintah Suriah.
Presiden juga menegaskan bahwa Prancis ingin menghindari eskalasi, atau apa pun yang akan membahayakan stabilitas regional. “Tapi kita tidak bisa membiarkan rezim bertindak dengan impunitas melanggar hukum internasional dengan cara yang terburuk mungkin.”
Awal pekan ini, Paris menyerukan respons “kuat dan bersama” terkait dugaan serangan kimia di Douma Suriah. Damaskus menolak tuduhan tersebut sementara para pejabat Rusia menyebut serangan itu sebagai ‘provokasi’ oleh para militan dalam upaya mendapatkan dukungan Barat.
Secara konstitusional, Macron memiliki wewenang untuk meluncurkan operasi militer tanpa persetujuan parlemen.
Pada Rabu, Le Figaro melaporkan bahwa jika serangan Prancis datang, itu akan berasal dari pangkalan udara di Prancis sendiri, bukan dari pangkalan di Timur Tengah.
Sementara pada hari Kamis, Presiden Donald Trump mengubah pernyataannya terkait rencana serangan ke Suriah. Sebelumnya melalui akun Twitter Trump mengatakan kepada Rusia untuk bersiap menyambut kedatangan rudal mereka.
Tetapi dalam Tweet terakhir Trump mengatakan serangan Amerika bisa “segera atau tidak segera sama sekali.”