Pada 10 Februari 1952 Mayor. George A. Davis dan wingmannya, 1 Letnan William Littlefield, berpatroli sendirian di MiG Alley .
Di bawah mereka terbang 12 Mikoyan-Gurevich MiG-15 akan menerkam pembom tempur F-84 yang menyerang jalur kereta api dekat Kunuri.
Davis, yang kala itu berusia 30 tahun dan komandan 334 Fighter Interceptor Squadron dari 4 Fighter Interceptor Wing dan ace Amerika terkemuka dengan dua belas kemenangan, sedang dalam misi ke-60 di atas Korea Utara.
Orang Amerika pertama yang menjadi ace dalam dua perang, Davis turun ke medan tempur dengan F-86 Sabre, meledakkan satu MiG pertama dan kemudian dengan cepat menembak jatuh kedua. Dia melambat dan bermanuver kea rah MiG ketiga.
Sebuah badai musuh serangan senjata 23 mm dan 30 mm dilontarkan Sabre Davis mengirim MiG ketiga keluar kendali dan menabrak bukit tiga puluh mil di selatan Yalu.

Serangan Davis benar-benar membuat gerombolan MiG segera menyingkir. Dan untuk keberanian itu, Davis dianugerahi Medal of Honor dan dipromosikan menjadi letnan kolonel.
Pertarungan heroik Davis ‘dalam Perang Korea menggarisbawahi pentingnya keterampilan dan pelatihan. Hal ini juga menunjukkan bahwa, pertarungan tersebut sebagai pertemuan puncak teknologi jet tempur generasi kedua. Hasil akhir tergantung pada variabel seperti kejutan, posisi, jumlah, dan ketinggian.
Konsep-konsep yang sama, terus dibawa hingga generasi keempat. Bagaimana negara-negara dengan sumber daya yang sangat berbeda sering berhasil memproduksi pesawat yang sangat kompetitif dalam satu waktu.
Meteor mengimbangi Me-262; Sabre cocok dengan MiG-15; Mystere dibandingkan dengan North America F-100; MiG-21 ditandingi Douglas F-4; dan Rafale sejajar dengan Sukhoi Su-27.
Kemudian muncullah petarung generasi kelima, Lockheed Martin F-22 dan F-35, dan nanti juga akan disusul dengan T-50, J-22 serta J-31 secara fundamental mengubah konsep operasi tempur. Kenapa? Kita bahas dari generasi pertama hingga kelima.