Menteri pertahanan Belgia Steven Vandeput untuk pertama kalinya mengkonfirmasi bahwa negara tersebut telah memilih drone MQ-9 Predator B yang dibangun General Atomics.
Pembelian pesawat tanpa awak tersebut menghabiskan anggaran sekitar US$270 juta atau sekitar Rp3,7 triliun.
Pada bulan Februari 2017, Departemen Perdagangan Belgia mengeluarkan RFI, yang ditanggapi tiga perusahaan menjawab. Pada Mei 2018, sebuah kelompok kerja dalam Komponen Udara mengambil keputusan akhir dan dua kandidat Israel ditolak.
Platform Amerika adalah satu-satunya yang dipilih di akhir RFI karena kesulitan mendapatkan sertifikat Eropa dibandingkan dua kandidat lain yang ditawarkan Israel.
Meski sebenarnya perusahaan Elbit Systems yang bermarkas di Israel menunjukkan bahwa sertifikasi sistemnya telah sesuai dengan undang-undang UE.
Elbit UAV tidak dipilih karena alasan teknis, kata menteri yang berencana untuk bernegosiasi dengan General Atomics, yang memproduksi Predator B.
“Yang satu ini memenuhi persyaratan teknis kami, itu juga merupakan drone yang paling sering digunakan oleh mitra Eropa dan NATO kami dan sesuai dengan aturan hukum, ”menteri menambahkan.
Sesuai “Visi Strategis Departemen Pertahanan untuk 2030”, dua dari empat sistem akan dibeli antara 2021-2025. Mereka akan menggantikan 13 B-Hunter yang sudah tua yang diperoleh pada 2002 dari Israel Aerospace Industries.
“Drone MALE kita akan memiliki kesempatan untuk melakukan intervensi bersenjata. Namun, persenjataan harus menjadi subyek dari keputusan pemerintah yang berbeda,” jelas visi Strategis tersebut.
