Pada tahun 1980, Angkatan udara Irak menerima pesawat tempur pencegat MiG-25 Foxbat dalam berbagai varian yakni 12 MiG-25P, 12 pesawat pengintai MiG-25R dan enam pesawat latih MiG-25PU. Tetapi Soviet mengirimkan pesawat yang jatuh di bawah standar teknis yang diminta oleh Irak hingga membuat Baghdad menolak menerima pesawat itu.
Moskow akhirnya setuju untuk meningkatkan MiG seperti yang diminta dan melatih kru mereka. Para Foxbat Irak kemudian menjadi pesawat yang terbang pada serangan pertama ke wilayah udara Iran pada Mei 1982.
Pesawat-pesawat ini terus terbang dalam serangkaian penerbangan pengintaian yang hingga jauh ke wilayah udara Iran. Hal ini memaksa Iran menerbangkan F-14 Tomcat untuk mencegat. Akhirnya dua jet tempur paling menakutkan era Perang Dingin saling berhadapan di medan panas.
Tetapi untuk bisa mengalahkan Foxbat Irak terbukti sangat bermasalah. Para perwira Iran yang membelot ke Irak pada 1980 mengungkapkan cetak biru jaringan radar peringatan dini Iran ke Baghdad.

Hal ini menjadikan para pilot MiG-25 Irak tahu persis harus di mana dan bagaimana memasuki wilayah udara Iran.
Akibatnya, pertahanan udara Iran biasanya terlambat dalam mendeteksi Foxbat, dan kru F-14 Iran hanya memiliki waktu tiga hingga lima menit untuk mencoba mencegat. Dalam situasi seperti ini, jika tidak ada F-14 yang sudah terbang dalam posisi tidak jauh dari MiG-25, maka pertemuan antara Tomcat dan Foxbat hampir tidak masuk akal.
Namun demikian, Iran secara bertahap mempelajari kembali pelajaran yang diajarkan kepada mereka oleh pelatih Amerika pada tahun 1970-an. Pertemuan pertama mereka dengan MiG-25 Irak sebagian besar tanpa hasil – dengan satu pengecualian. Kolonel Shahram Rostami mengklaim mampu menembak jatuh satu Foxbat di atas Teluk Persia utara pada 16 September 1982 dan lainnya pada 2 Desember 1982.

Beberapa hari kemudian, Mayor Ali-Asghar Jahanbakhsh gagal menembak jatuh MiG-25 Irak yang terbang mendekati Teheran dengan misilnya, tetapi mungkin telah berhasil mengenai dengan meriam M61 Vulcan yang dibawa Tomcat. Dalam upaya untuk menghindar, pilot Irak itu kemudian membuat kesalahan dan berbelok ke kiri – menuju perbatasan bekas Uni Soviet.
Menurut laporan Iran, kejadian pada September 1982 tersebut mengakibatkan Foxbat untuk pertama kalinya berhasil dibunuh. MiG-25 yang dicegat oleh Jahanbakhsh jatuh di dalam Turki setelah kehabisan bahan bakar. Sumber-sumber Irak yang tersedia saat ini menyangkal hal tersebutini.
Sebagaimana ditulis War is Boring, Kolonel Shahram Rostami juga terus memburu Foxbats dan mendapat penghargaan karena pertarungan udara yang dia lakukan bulan Juni 1983. Saat patroli udara tempur di Pulau Khark di Teluk Persia, kontrol darat mengabarinya tentang pesawat Irak yang mendekati dari utara di ketinggian 70.000 kaki dan kecepatan hampir 2.5 Mach.
Rostami segera menggeber mesinnya dengan afterburner untuk berakselerasi dari 0.4 Mach ke 1.5 Mach. Rostami naik ke ketinggian 40.000 kaki. Jarak dua jet tempur yang bergerak cepat menurun dari 150 mil ke 40 mil sebelum Lt. Mohammad Rafie yang duduk di kursi belakang F-15 Iran, mengunci pada Foxbat Irak dan menembakkan rudal AIM-54A Phoenix.
Rudal besar dan kuat itu menggelegar dan melesat, sementara Rostami segera melakukan manuver dengan Tomcat-nya sekitar 20 atau 30 derajat ke samping. Beberapa detik kemudian, Phoenix mencetak hit langsung, mengubah MiG-25 menjadi bola api raksasa dan hancur di udara.

Penyelidikan selanjutnya mengungkapkan bahwa Foxbat yang dimaksud adalah MiG-25R yang diterbangkan oleh Kolonel Abdullah Faraj Mohammad, komandan Skuadron No. 84 Angkatan Udara Irak. Sistem peringatan radar Mohammad gagal dalam misi itu. Kontrol darat memperingatkan dia tentang F-14 di depannya, tetapi dia terus bergerak maju dan membayar harga mahal untuk kesalahan ini.
F-14 Iran terus memburu MiG-25 Irak hingga akhir perang Iran-Irak pada 1988. Namun tanpa keberhasilan lain, setidaknya itu yang diketahui.
Sebaliknya, F-14 yang diterbangkan Angkatan Laut Amerika juga mengalami pertarungan dengan MiG-25 selama Operasi Attain Document II dan Attain Document III pada Maret 1986 di Libya.
Mungkin yang paling terkenal terjadi pada 24 Maret 1986 sore, ketika dua MiG-25PDS dari angkatan udara Libya bergegas dari Misurata dengan perintah untuk mencegat dan menembak jatuh sepasang Tomcat Angkatan Laut Amerika.
Aturan operasi Amerika kala itu adalah pilotnya diberi izin untuk menembak hanya jika mereka ditembak terlebih dahulu oleh Libya. Angkatan Laut Amerika menerbangkan dua F-14As dari VF-33 Starfighters, yang dipimpin oleh wakil komandan satuan Cmdr. Mike Bucchi.
Tomcat Angkatan Laut mengejutkan orang Libya. Tak lama setelah empat pesawat tempur bertemu di ketinggian 20.000 kaki, kedua F-14 berada di posisi menguntungkan di belakang lawan-lawan mereka. Dengan Bucchi di belakangn salah satu Foxbats mulai bermanuver dengan sangat agresif, mencoba untuk mengubah sudut Tomcat.
Tetapi upaya itu tidak berhasil. MiG-25 itu putus asa untuk bisa melepaskan diri dari F-14A dalam pertempuran udara.
Dalam pertemuan ini, kamera F-14 menangkap salah satu video paling spektakuler dari MiG-25 yang mungkin pernah dilihat.
Ketika Foxbat mereka tidak berhasil, orang Libya menembakkan rudal permukaan ke- udara SA-5 ke sepasang F-14A dari VF-102. Pada gilirannya, dua insiden ini memprovokasi balas dendam Amerika dalam bentuk Operasi Prairie Fire, di mana pilot Angkatan Laut menenggelamkan dua kapal perang Angkatan Laut Libya dan dua kali menghancurkan situs SAM SA-5 yang ditempatkan di luar Syrte.
Sejauh yang diketahui, itulah bentrokan terakhir antara F-14 Tomcat dan MiG-25 Foxbat. Berdasarkan data yang ada, F-14 mencetak keunggulan tipis, tetapi juga perlu dicatat, meski Foxbat tidak pernah menembak jatuh Tomcat, tetapi berkali-kali MiG-25 membuat F-14 tidak berdaya untuk mengejar mereka, terutama dalam kasus di Iran.