Wakil Perdana Menteri Rusia Dmitri Rogozin mengakui bahwa sebuah kapal selam rudal nuklir mereka hampir membuat salah satu bencana senjata nuklir terburuk yang pernah tercatat sejarah.
Ekaterinburg, sebuah kapal selam rudal balistik, terbakar di drydock pada Desember 2011 lalu mengancam rudal nuklir berbahan bakar cair. Jika rudal tersebut terbakar, ledakan akan memuntahkan radioaktivitas di wilayah yang luas dan mengancam kota terdekat yang berpenduduk 300.000 orang.
Kapal selam rudal bertenaga nuklir bertenaga nuklir K-84, yang ada di dok kering atau drydock sudah siap untuk melakukan patroli rudal. Namun kapal kemudian terbakar ketika dilakukan pengelasan.
Api dengan cepat menyebar ke lapisan anechoic karet kapal selam, yang dirancang untuk menurunkan akustik di bawah air. Api menyala hampir selama satu hari sebelum petugas pemadam kebakaran dengan berjuang keras akhirnya bisa mematikannya.
Analis senjata nuklir Rusia Pavel Podvig dalam blognya Russian Strategic Nuclear Forces menyebutkan 25 Februari 2018, mengutip sebuah wawancara surat kabar Kommersant dengan Wakil Perdana Menteri Rogozin. Rogozin adalah yang memimpin insiden tersebut dan bergegas ke pangkalan angkatan laut Rusia di Murmansk ketika hal itu terjadi.
Rogozin menyatakan bahwa Ekaterinburg “tidak membongkar amunisinya ketika diperbaiki: ada torpedo di atasnya, dan juga rudal balistik reguler.”
K-84 Ekaterinburg adalah kapal selam rudal balistik yang dibangun pada tahun 1982. Kapal ini memiliki panjang 584 kaki dan berat 15.500 ton saat terendam. Kapal selam memiliki dua reaktor nuklir VM-4SG, yang memberikan jangkauannya yang hampir tak terbatas, dan 135 awak kapal.
Sebagai bagian dari triad nuklir Rusia, K-84 secara teratur membawa 16 rudal nuklir berbahan bakar cair R-29RM saat patroli bawah laut, yang masing-masing dipersenjatai dengan empat hulu ledak nuklir.
Ekaterinberg juga memiliki empat tabung torpedo dengan selusin torpedo konvensional dan nuklir dan peluncur rudal termasuk rudal anti-kapal selam RPK-2 Viyoga nuklir.
Lokasi api, di lambung dekat tabung torpedo, membuat bagaimana mencegah terjadinya ledakan torpedo dan rudal menjadi prioritas utama. Api menyebar ke ruang akustik sonar yang penuh dengan cairan yang mudah terbakar.
Menurut LSM lingkungan Bellona, api terbakar selama 20 jam dan kapal selam akhirnya harus ditenggelamkan untuk memadamkan api.
Wartawan BBC melaporkan pada pemadaman menggunakna helikopter, kapal tunda, dan sebelas unit pemadam kebakaran.
Sangat mungkin bahwa ledakan torpedo atau rudal di haluan akan memicu serangkaian kejadian yang menyebabkan bencana nuklir. Rudal R-29RM berbahan bakar cair, dan jika api berhasil mencapai bahan bakar, rudal mungkin akan meledak. Bahan bakar nuklir di atas kapal rudal akan tersebar di wilayah yang luas, mengancam kota terdekat Murmansk yang berpenduduk 300.000.
Pada saat kejadian tersebut, sebagaimana dilaporkan BBC, pejabat Rusia bersikeras bahwa rudal R-29RM telah dibongkar sebelum kapal tersebut memasuki drydock. Tapi Rogozin secara tidak langsung telah mengakui bahwa rudal tersebut ada di kapal pada saat kebakaran, dan wawancara Kommersant memperjelas bahwa senjata nuklir masih berada di atas kapal.
Insiden 2011 hanya satu dalam serangkaian kecelakaan kapal selam di Angkatan Laut Rusia. Pada bulan Agustus 2000, kapal selam rudal Kursk hilang. Pada tahun 2008, 20 pelaut terbunuh di kapal selam Nerpa saat sistem pemadam api tidak sengaja diaktifkan.
Pada tahun 2015, K-266, juga dikenal sebagai Oryol, terbakar saat menjalani perbaikan. Baru Januari 2018 lalu, sebuah kapal selam kelas Kilo tampak terbakar di pelabuhan Far Eastern Vladivostok.
Kecelakaan yang melibatkan senjata nuklir, jarang terjadi. Pada tahun 1980, sebuah kecelakaan rudal berbasis silo, Arkanas di Damaskus mengirim sebuah hulu ledak termonuklir meluncur seratus kaki ke udara. Dan itu benar-benar menakutkan.
Sumber: Popular Mechanics