Suriah Bisa Digempur Besar-Besaran, Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia Makin Kuat
Bekas bom yang jatuh di tengah jalan di Kota Ghouta Suriah/AP

Suriah Bisa Digempur Besar-Besaran, Tuduhan Penggunaan Senjata Kimia Makin Kuat

Satu anak tewas dan beberapa orang menderita gejala paparan gas klorin di Distrik Ghouta, yang dikuasai pemberontak di dekat Damaskus. Sebuah tuduhan yang bisa menjadikan konflik di Suriah akan semakin besar.

Dinas kesehatan di daerah kekuasaan oposisi tersebut melaporkan korban, supir ambulans dan yang lain mencium aroma klorin setelah terjadi ledakan besar di Ghouta timur di wilayah al-Shayfouniya. “Sedikit-dikitnya 18 korban dirawat dengan diberikan oksigen dari nebulizer,” kata pernyataan tersebut Minggu 25 Februari 2018.

Tentara Suriah belum dapat dihubungi untuk dimintai pernyataan. Pemerintah Suriah terus membantah menggunakan senjata kimia dalam perang, yang segera memasuki tahun kedelapan.

Kementerian pertahanan Rusia, yang mendukung pemerintah Suriah dalam perang tersebut, pada Minggu menuduh pemberontak bersiap menggunakan zat beracun di Ghouta timur, sehingga mereka kemudian dapat menuduh Damaskus menggunakan senjata kimia.

Tudingan menggunakan senjata kimia akan menjadi alasan bagi Amerika dan koalisinya untuk melakukan serangan ke pemerintah Suriah. Tahun lalu Amerika meluncurkan puluhan rudal Tomahawk dari kapal mereka untuk menggempur pangkalan militer Suriah setelah adanya tuduhan penggunaan senjata kimia.

Prancis belum lama ini mengatakan penggunaan senjata kimia akan menjadi garis merah yang jika dilanggar maka mereka akan menggempur Suriah.

Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia, sebuah organisasi yang berbasis di Inggris yang melaporkan perang tersebut, membenarkan bahwa seorang anak telah meninggal karena mati lemas di Ghouta timur, namun mengatakan bahwa mereka tidak dapat memastikan apakah gas beracun telah digunakan, demikian direktur observatorium tersebut melalui telepon.

Video yang beredar di jaringan media sosial yang menunjukkan akibat serangan tersebut menampakkan mayat seorang anak yang terbungkus kain selubung biru, dan beberapa pria bertelanjang dada serta anak laki-laki tampak berusaha untuk bernapas, dengan beberapa memegang nebulizer ke mulut dan hidung mereka.

Ghouta Timur, benteng terakhir pemberontak utama di dekat Damaskus, telah menjadi target serangan militer yang sengit yang mulai berlangsung pekan lalu.

Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Sabtu menuntut gencatan senjata 30 hari di seluruh Suriah. Observatorium tersebut mengatakan pemboman Minggu di Ghouta timur kurang intens dibanding minggu lalu, namun masih saja 14 orang terbunuh.

Dalam beberapa pekan terakhir, Amerika Serikat telah menuduh Suriah berulang kali menggunakan gas klorin sebagai senjata. Area yang dikuasai pemberontak di wilayah Ghouta terkena serangan kimia besar pada 2013.

Tahun lalu, sebuah penyelidikan gabungan oleh PBB dan Organisasi untuk Larangan Senjata Kimia (OPCW) menemukan bahwa pemerintah Suriah bertanggung jawab atas serangan 4 April 2017 dengan menggunakan zat sarat obat terlarang sarin di Kota Khan Sheikhoun yang dikuasai oposisi, membunuh puluhan orang.

Penyelidikan tersebut sebelumnya menemukan bahwa pasukan pemerintah Suriah bertanggung jawab atas tiga serangan gas klorin pada 2014 dan 2015 dan bahwa petempur garis keras menggunakan gas mostar.

Kementerian pertahanan Rusia mengatakan para pemimpin pemberontak sedang mempersiapkan sebuah provokasi dengan penempatan bahan beracun, yang bertujuan untuk menuduh pasukan pemerintah menggunakan senjata kimia terhadap penduduk sipil.