Meski Menyakitkan, Eropa dan Amerika Mengakui Rusia Punya Peran Penting

Meski Menyakitkan, Eropa dan Amerika Mengakui Rusia Punya Peran Penting

Para pejabat Eropa dan Amerika Serikat menemukan musuh bersama bernama Rusia, yang dinilai menjalankan gerakan rahasia untuk merusak demokrasi di negara Barat.

Namun demikian, mereka juga mengakui kebenaran menyakitkan lain, bahwa Moskow kini mempunyai peran penting untuk menyelesaikan sengketa besar di dunia.

Dari kawasan timur Ukraina, Suriah, sampai Korea Utara, kedudukan Rusia sebagai pemilik senjata nuklir dan hak veto di Dewan Keamanan PBB membuat semua upaya diplomasi harus melibatkan Moskow.

“Kami tidak bisa menemukan penyelesaian politik tanpa Rusia,” kata Menteri Pertahanan Frank Bakke kepada Reuters saat mengikuti Konferensi Keamanan Munich di Jerman.

Dalam konferensi di Munich, Rusia dianggap sebagai “anak bengal”. Negara itu dikecam karena turut campur dalam pemilihan presiden Amerika Serikat tahun 2016 dan aneksasi atas Krimea dari Ukraina dua tahun sebelumnya.

Bagi dunia Barat, persatuan sikap itu merupakan perubahan besar setahun setelah Trump menjalankan politik luar negeri yang memecah belah. Trump banyak dikritik oleh Eropa karena menganggap remeh NATO, menarik diri dari perjanjian perubahan iklim Paris, dan mengancam akan membatalkan kesepakatan nuklir dengan Iran.

Dalam konferensi tahunan di Munich, para wakil dari Amerika Serikat nampak tidak suka terhadap kehadiran diplomat Moskow yang membantah tudingan campur tangan pemilu.

“Saya heran ada perwakilan Rusia yang datang. Mereka mengirim seseorang, setiap tahunnya, hanya untuk membantah fakta-fakta yang ada,” kata Direktur Badan Intelejen Nasional Amerika Serikat, Dan Coats.

Namun, di balik layar, para diplomat punya sikap yang lain. Menteri Luar Negeri Herman Sigmar Gabriel sudah menawarkan pelonggaran sanksi ekonomi terhadap Moskow karena menganggap Rusia sebagai sahabat “tak tergantikan” dalam upaya global untuk mencegah proliferasi senjata nuklir.

Rusia kini punya banyak tangan dalam berbagai konflik di dunia dalam garis yang terkait satu sama lain. Di satu sisi, Rusia bersekutu dengan Iran dalam perang di Suriah dan mendukung kelompok separati di Ukraina. Sikap ini banyak dikecam oleh NATO.

Di sisi lain, salah satu anggota NATO, Turki, kini justru semakin mendekat dengan Moskow dengan membeli persenjataan dari Rusia.

Sementara itu, di Asia, upaya untuk menghentikan program nuklir Korea Utara sangat bergantung pada kesediaan Rusia untuk turut mengembargo minyak. Saat ini Moskow diduga hanya bersedia melakukannya jika ditukar dengan kemenangan politik dalam konflik lain.

“Beberapa tahun lalu, kami masih bisa merundingkan kemelut dunia secara terpisah. Pada hari ini, diskusi tentang satu hal akan berpengaruh dengan hal lain,” kata Jensen.