Su-35 Flanker-E disebut-sebut sebagai jet tempur terbaik di dunia terutama di kelas generasi 4,5. Pesawat dua mesin ini lahir dari garis keturunan jet tempur yang memang sangat handal yakni Su-27 Flankerl, pesawat yang telah menjadi dasar dari pesawat-pesawat tempur terbaik seperti Su-30 dan Su-33 yang berbasis kapal induk.
Su-35 jelas tidak bermain sendirian di kelas generasi ke-4,5. Sejumlah jet tempur canggih dari Amerika dan Eropa juga terbang di wilayah ini. Seperti ciri umum dari generasi ini, pesawat dilengkapi dengan sistem radar paling canggih dengan kemampuan pertempura di luar visual.
Beberapa jet tempur yang ada di kelas ini antara lain F-15 dan F-16 milik Amerika Serikat, Eurofighter Typhoon yang dibangun konsorsium Eropa, Rafale yang dibangun Prancis dan juga J-11 China. Bagaimana perbandingan Su-35 terhadap jet-jet tempur ini? Mari kita lihat satu per satu.
1.Su-35 Vs Typhoon
Su-35 Vs Typhoon
Jett tempur generasi keempat seperti Su-35 atau Typhoon akan menawarkan kinerja yang sebanding. Pilot dari setiap jenis pesawat harus belajar bagaimana untuk mengoperasikan pesawat mereka hingga batas kemampuan mereka. Itu berarti memanfaatkan kekuatan pesawat Anda dan menghindari kesalahan.
Dalam kasus Flanker, pilot harus benar-benar mampu menggunakan low speed handling yang sempurna berkat thrust vectoring, tingkat turn yang sangat tinggi dan sangat baik.
Sementara pilot Typhoon juga harus mampu mengekspolitasi kemampuan pesawatnya secara maksimal terutama untuk menutup kelemahannya dalam kemampuan sudut serang tinggi.
Kesimpulannya, dalam pertarungan jarak pendek kemenangan Su-35 dan Typhoon akan sangat ditentukan oleh kemampuan dan keberuntungan pilot masing-masing.
Sementara dalam pertarungan di luar jangkauan visual, teknologi memainkan peran yang lebih besar, tapi taktik, pelatihan dan prosedur adalah kunci. Kelompok jet tempur harus saling berkoordinasi dan AWACS atau pengendali darat.
Baik Su-35 maupun Typhoon saat ini dilengkapi dengan radar aktif active electronically scaned array yang menjadikan keduanya memilik kemampuan yang baik di luar jangkauan visual. Kedua jet dirancang untuk kecepatan tinggi, dan membidik targert dari luar jangkauan visual. Tapi tidak diketahui seberapa efektif sistem identifikasi tempur Rusia. Sementara Typhoon memiliki kokpit dan yang sangat baik-jauh lebih baik dari apa yang terdapat pada varian Flanker saat ini.
Typhoon juga memiliki satu keuntungan lainnya. Dalam tahun-tahun mendatang, RAF akan mulai menyebarkan rudal MBDA Meteor yang merupakan rudal jarak jauh bertenaga ramjet yang akan menjadi senjata di luar visual terbaik dibandingkan yang lain. Rudal ini akan menjadi kartu truf bagi pilot Typhoon setidaknya hingga Rusia mampu mengembangkan rudal yang setara.
Tidak bisa dibantah bahwa jet Rusia tertinggal dalam hal teknologi setelah selesainya perang dingin. Su-30 dan Su- 35 adalah jet tempur yang sangat baik dan di beberapa titik melebihi pesawat tempur barat. Tetapi sampai saat ini Rusia masih tertinggal dalam hal sensor dan sistem penargetan. Dan ini menjadi titik unggul Typhoon yang harus diwaspadai Su-35.
2.Su-35 Vs J-11D
Su-35 Vs J-11D
Jet tempur J-11D China secara kemampuan disebut lebih dekat ke jet tempur Su-35. Benarkah demikian?
Ada benarnya tetapi juga tidak sepenuhnya tepat. Kanwa Defence Review, sebuah majalah militer berbahasa China yang berbasis di Kanada beberapa waktu lalu menulis J-11D memang bisa mendekati kemampuan Su-35, tetapi model awal yang dirancang pada 1980.
Sedangkan untuk bisa menyamai kemampuan Su-35S yang merupakan varian paling canggih masih akan sangat kedodoran.
J-11D melakukan penerbangan pertama pada April tahun ini setelah lebih empat tahun dalam pembangunan. Pesawat ini merupakan upgrade besar dari J-11B. Sementara J-11D mengadopsi badan pesawat J-11B tetapi menggunakan bahan yang lebih komposit terutama pada ekor vertikal dan sayap. Pesaawat ini juga akan memiliki 12-14 stasiun senjata.
Dengan struktur aerodinamis baru dan antena dikombinasikan dengan kemampuan stealth dengan peningkatan dan perbaikan bidang visi, J-11D dikatakan lebih unggul dibandingkan dengan Su-27 Rusia yang menjadi nenek moyang dari J-11 pada awal pembangunan.
Tetapi pesawat ini kemungkinan hanya akan bisa mendekati kemampuan Su-35 varian paling awal yang dikembangkan Rusia dari Su-27 pada 1980an. Menurut Kanwa, China belum mampu membuat lompatan seperti Rusia untuk menjadikan J-11D sejajar dengan jet tempur paling baru termasuk Su-35S yang merupakan varian paling canggih.
Kanwa tidak mengesampingkan bahwa J-11D bisa dilengkapi dengan radar active electronically scanned array (AESA). Tetapi kemungkinan itu masih sulit.
Beberapa outlet melaporkan, lebih mungkin jika J-11D akan dilengkapi radar passive electronically scanned array (PESA).
Rusia, China dan negara-negara Eropa sebenarnya saat ini sudah memiliki sistem radar AESA dalam tahap pengujian. Meski Rusia dan China memiliki kemampuan untuk melengkapi Su-35 baru dan J-11D dengan radar AESA, mereka lebih memilih untuk menggunakan radar PESA. Bukan karena tidak mampu tetapi karena China khususnya masih berjuang untuk mencari tahu bagaimana memproduksi radar AESA dengan biaya murah. Dengan kondisi ini maka kemungkinan besar radar AESA baru bisa diinstal pada varian J-11 berikutnya yakni J11-E atau bahkan J-11F.
Jika J-11D memang masih menggunakan radar PESA, maka jelas tidak dapat bersaing dengan Su-35 terbaru.
Meski menggunakan radar PESA, tetapi Irbis-E, radar yang digunakan Su-35 paling baru telah ditingkatkan dengan signifikan, konsumsi daya telah meningkat secara drastis, sementara generator dan pompa hidrolik semuanya telah dirancang baru. Kemampuan Irbis-E adalah tiga kali lebih mampu dibandingkan radar pasif Pero Rusia yang diekspor ke China.
Irbis-E dapat mendeteksi target udara sebesar tiga meter persegi pada jarak 400 kilometer dan dapat melacak 30 target udara dan terlibat dengan delapan target dalam waktu bersamaan. Sementara jika J-11D dilengkapi dengan radar PESA maka kemampuannya akan cenderung lebih dekat dengan Su-35 tua yang hanya dapat melacak 15 target udara dan terlibat dengan enam target secara bersamaan. Sementara kemampuan deteksinya hanya berkisar 60-150 kilometer saja.
3.Su-35 Vs F-15
Su-35 Vs F-15
Eagle memang sudah tua, tetapi dia masih menjadi salah satu pesawat paling menakutkan di planet bumi ini. Satu-satunya pesawat yang ada di atasnya adalah F-22 Raptor.
Ancaman untuk F-15 kemungkinan besar akan datang dari Rusia dengan kehadiran Su-35 Flanker-E. Ancaman ini akan berkembang biak karena Flanker-E sepertinya akan mengikuti jalur pendahulunya Su-27 sebagai pesawat yang laris manis di luar negeri.
China segera mendaptakan pesawat ini. Indonesia juga telah menyatakan akan membelinya. Sementara Pakistan juga dalam pembicaraan. India juga membuka peluang itu. Indonesia pun dikabarkan tertarik tetapi rencana eksekusi muncul tenggelam.
Su-35 adalah mesin perang yang benar-benar berbahaya, dan dalam banyak metrik, seimbang bahkan melebihi kemampuan F-15 dengan upgrade terbaru.
Dalam hal kinerja kinematik murni, Su-35 sedikit lebih lambat dari F-15C dalam hal kecepatan maksimum tapi akselerasi Su-35 sangat baik karena didukung dua mesin kuat Saturnus Izdeliye 117 yang mengeluarkan daya dorong masing-masing 31.900 poun.
Jet Su-35 juga relatif lebih ringan sehingga dapat mempertahankan kecepatan supersonik tanpa afterburnur.
Akselerasi yang sangat baik pada ketinggian tinggi untuk mencapai kecepatan supersonik menjadi keunggulan besar Flanker-E. Tetapi ini tidak akan menjadi penentu kemenangan atas F-15C.
Yang berbahaya adalah kemampuan Su-35 justru pada kecepatan rendah. Flanker-E memiliki tiga dimensi dorong vectoring dan kemampuan manuver luar biasa pada kecepatan rendah.
Namun dengan masing-masing menggunakan helmet mounted cuing systems dan rudal high off-boresight seperti AIM-9X pada F-15 dan R-73 di Su-35 maka dalam pertarungan jarak dekat keduanya akan dalam posisi saling membunuh. Dan dalam situasi seperti ini maka penentunya adalah kemampuan pilot dan terus terang keberuntungan
Pada rentang lebih panjang, F-15C dan F-15E masih memiliki kelebihan atas Su-35 karena memiliki radar active electronically scanned array. Radar Raytheon APG-63 (v) 3 dan APG-82 (v) 1 pada dua varian Eagle ini masih jauh lebih unggul dari radar array Su-35S yang menggunakan Tikhomirov IRBIS-E phased array radar.
Tetapi hal ini akan menjadikan keunggulan Su-35 dalam sensor pasif. Hanya saja perlu dicatat F-15 dalam waktu dekat juga akan menerima infrared search and track system (IRST) yang juga akan menyulitkan Su-35.
Salah satu hal yang mungkin akan menjadikan Flanker-E memegang ekndali adalah pada sistem perang elektronik. Su-35S membanggakan memori frekuensi radio digital ampuh yang dapat menjadi malapetaka bagi kemampuan rudal AIM-120 AMRAAM yang dibawa F-15.
Sehingga F-15 akan membutuhkan lebih banyak rudal untuk bisa membunuh Flanker-E dalam situasi dia mendapat serangan elektronik yang sangat berat.
Su-35, di satu sisi adalah gudang senjata yang besar dengan rudal yang akan sulit untuk dilawan oleh sistem defensif elektronik F-15 yang sudah usang.
Angkatan Udara AS sangat menyadari masalah ini hingga mereka menekankan untuk mengupgrade sistem Eagle Passive/Active Warning and Survivability dengan anggaran US$7,6 juta.
Faktanya Su-35S telah sebanding bahkan di beberapa titik lebih unggul dibanding F-15 Eagle dan itulah yang mengkhawatirkan Angkatan Udara AS hingga upgrade terhadap Eagle terus dilakukan agar F-15C bisa mengadang Su-35S di udara.
Tetapi skenario ini hanya berlaku jika Amerika bertempur di udara melawan Rusia atau mungkin China. Lantas bagaimana jika F-15 bertemu dengan Su-35 yang dioperasionalkan oleh negara di luar Rusia atau China? Jawabannya akan sangat berbeda.
Karena hampir tidak ada negara di luar Rusia atau China yang memiliki pelatihan pilot mendekati Amerika. Selain itu yang juga perlu dicatat, negara-negara di luar China dan Rusia juga tidak memiliki kemampuan pesawat AWACS yang akan sangat menentukan dalam pertarungan udara ke udara.
Intinya, kecuali F-15 terlibat dalam Perang Dunia III, Angkatan Udara AS mungkin akan tetap menjaga F-15 dalam pelayanan selama dua dekade lagi dan pesawat ini tetap tidak akan menjadi kalkun yang dengan mudah dikalahkan begitu saja.
4.Su-35 Vs F-16
Su-35 Vs F-16
Lockheed Martin F-16 Fighting Falcon telah menjadi andalan kekuatan udara Amerika dan sekutunya selama beberapa dekade. Selama bertahun-tahun pesawat telah berkembang dari pesawat dogfigter visual ringan menjadi pesawat mulitperan yang sangat bisa diandalkan. Jet tempur ini mampu melakukan banyak misi dari serangan darat, superioritas udara hingga perang elektronik.
Meskipun telah beroperasi sejak tahun 1980, “Viper” terus berkembang biak dan akan tetap dalam pelayanan dengan Angkatan Udara AS dan militer lainnya selama beberapa dekade yang akan datang.
Su-35 lebih cocok jika dibandingkan dengan Boeing F-15 Eagle, Rusia menjual lebih banyak Flankers daripada MiG-29 Fulcrum di seluruh dunia. Hal ini yang menjadikan Angkatan Udara Amerika membentuk skuadron Agressor mereka lebih mirip pada kemampuan Flanker dibandingkan Fulcrum. Agressor ini akan menguji pilot Amerika dan sekutunya dalam melakukan pertempurn udara. Sementara Su-35 adalah generasi paling mematikan dari Flanker.
Sekarang ini Su-35 memang belum dijual di negara lain. Tetapi hampir bisa dipastikan pesawat ini juga akan beranak pinak ke berbagai penjuru dunia. Dan mereka akan menjadi lawan sulit bagi pesawat Amerika bahkan untuk F-22 Raptor atau F-35. Karena Su-35 akan tersebar di banyak negara dan F-16 juga menjadi pesawat paling banyak di dunia, maka peluang pertemuan kedua pesawat menjadi terbuka. Lalu bagiamana jika Su-35 bertemu dengan armada pekerja keras F-16?
Viper tidak memiliki radar active electronically scanned array (AESA) besar terbaru seperti yang digunakan pada upgrade F-15C.
Angkatan Udara AS menyadari masalah ini dan berniat untuk retrofit 300 atau lebih F-16 dengan upgrade dengan program yang disebut Combat Avionics Programmed Extension Suite (CAPES). Tetapi program dibatalkan karena pemotongan anggaran. Meskipun demikian, Angkatan Udara sadar bahwa mereka perlu segera retrofit armada F-16 dengan radar yang lebih canggih di masa mendatang.
Angkatan Udara AS tidak menggunakan F-16 terutama sebagai pesawat tempur superioritas udara sehingga AESA diperlukan untuk menjaga jet legendaris ini tetap relevan. Dengan AESA, F-16 mungkin bisa menahan serangan Su-35 meski masih akan penuh dengan tantangan.
Pada rentang lebih pendek, pertempuran akan sangat ditentukan oleh kemampuan pilot dan kinerja tinggi rudal off-boresight. Rudal seperti R-73 dan AIM-9X akan menjadi senjata paling berbahaya dalam pertempuran dalam rentang visual. Sementara kemampuan thrust vectoring Su-35 yang memberikan keunggulan pada kecepatan sangat rendah akan bisa diatasi oleh pilot F-16.
Intinya adalah bahwa Su-35 dan Flankers canggih lainnya adalah pesawat sangat mampu. Armada tempur generasi keempat Pentagon tidak lagi menikmati keunggulan teknologi besar seperti yang mereka lakukan di masa lalu. Amerika Serikat harus berinvestasi dalam pejuang generasi mendatang untuk menggantikan armada yang ada sesegera mungkin.