Site icon

E-3 Sentry, Sang Komando Pertempuran Udara

E-3 Sentry/ U.S. Air Force photo by Staff Sgt. Michael Battles

E-3 Sentry masih menjadi andalan utama armada AWACS Amerika dan NATO. Dengan sistem radar dan komunikasi yang kuat, E-3 bisa berpatroli di wilayah udara yang luas untuk memberikan data penting kepada pasukan kawan.

E-3 Sentry pertama kali digunakan pada tahun 1977, menggantikan EC-121 Warning Star yang digunakan dalam Perang Vietnam. Pesawat didasarkan pada Boeing  707  dengan radar berputar APY- 2 dengan diameter sembilan meter di punggung pesawat. Pesawat ini membawa 13-19 awak dan dapat melacak pesawat atau kapal dari jarak 250 mil.

Sentry sangat berguna untuk mendeteksi pesawat terbang di bawah ketinggian efektif radar berbasis permukaan. Menggunakan frekuensi  tinggi dan ultra-tinggi memungkinkn kru  E-3 berkomunikasi dengan  pasukan kawan secara langsung.

Saat ini  Angkatan Udara AS mengoperasikan 32 E-3 di seluruh dunia, sementara negara-negara NATO memiiki  16 pesawat yang ditempatkan di  Geilenkirchen, Jerman. Jumlah yang lebih kecil juga melayani  angkatan udara Perancis, Inggris, dan Arab Saudi.

 

Tetapi pesawat ini dibangun pada 1970 dengan sistem elektronik berasal dari era 1980an. Wajar jika kemudian Angkatan Udara Amerika ingin mengupgrade armada AWACS menjadi varian E-3G Blok 40/45 yang menggunakan sistem komputer modern dengan arsitektur terbuka hingga dapat diperbarui dengan cepat. Sebanyak sembilan  E-3 dengan standar baru telah dilahirkan.

Namun, rencana untuk  meng-upgrade 18 pesawat lain sempat ditunda setelah  Blok 40/45 secara dramatis mengalami kegagalan dalam serangkaian tes kinerja pada tahun 2016 lalu. Ironisnya lagi, komputer modern yang dipasang rentan dengan ancaman paling kontemporer yakni hacking atau peretasan oleh lawan.

Sebagaimana dilaporkan War is Boring upgrade E-3G Blok 40/45 dilakukan dengan  menggantikan komputer kuno Sentry dengan sistem berbasis Linux Red Hat untuk komputer penerbangan utama, dan workstation operator berbasis Windows, yang saling terhubung satu sama lain melalui jaringan area lokal.

Blok 40/45 juga dilengkapi sistem komunikasi satelit dan upgrade digital yang meningkatkan aliran data ke E-3G, yang memungkinkan beroperasi di wilayah udara lebih padat dan menurunkan jumlah teknisi komunikasi diperlukan di  pesawat.

E-3G juga menggunakan data Link 16 dan 11   yang telah dioptimalkan untuk mengurangi latensi ketika transmisi data untuk target prioritas. Akhirnya, ada modifikasi untuk meningkatkan elektromagnetik sensor. Butuh biaya mahal untuk upaya ini dengan lebih dari $ 2,6 miliar pada 2016.

Pada tahun 2012, sebuah laporan Pengujian & Evaluasi Pentagon menegaskan bahwa meski E-3G menunjukkan beberapa “kekurangan,” tetapi tetap lebih unggul dibandinkan yang tua yakni Block 30/35. Pada bulan Juli 2014, Komando Tempur Udara menyatakan kemampuan awal dari  E-3G.

Pada tahun 2016, Boeing telah mengkonversi sembilan pesawat ke Block 40/45. Namun, Angkatan Udara ingin melakukan pengujian tambahan sebelum mengkonversi pesawat yang tersisa. Dan laporan menunjukkan pengujian tambahan tidak berjalan engan mulus.

Misi tes cuaca dingin  di Fairbanks, Alaska, secara harfiah gagal  karena masalah dengan radar dan badan pesawat tidak berhubungan dengan sistem komputer baru.

Kemudian, musim panas, sebuah pesawat Block 40/45 menjalani uji pengawasan maritim kompetitif versus Blok 30/35 E-3 di atas Teluk Meksiko. Kedua pesawat dilaporkan memiliki kekurangan dalam pelaakan target kapal, tetapi  Blok 40/45 lebih tidak mampu.

Akhirnya, dua pesawat Block 40/45 dikerahkan untuk latihan Red Flag 16-3 yang dikerahkan  dari Pangkalan Angkatan Udara Nellis di Nevada. Terbukti pesawat tidak akurat dalam pengolahan data track dan tidak konsisten dalam identifikasi kawan dan lawan.

Baca juga:

10 Pesawat AWAC Paling Banyak Digunakan di Dunia

Exit mobile version