
Perang China-Vietnam tidak secara langsung mempengaruhi Korea Utara secara militer maupun politik. Perang kedua negara ini memang cukup aneh karena keduanya awalnya adalah sekutu dekat. Selama lebih dari dua dekade dari tahun 1950 sampai 1975, China telah memberi Vietnam bantuan ekonomi dan militer senilai lebih dari US$ 20 miliar.
Chinajuga mengirim penasehat politik dan militer untuk membantu mendukung usaha perang melawan Perancis dan kemudian Amerika. Secara keseluruhan, China dilaporkan mengirim 320.000 tentara ke Vietnam Utara pada tahun 1960an dengan lebih dari 4.000 diperkirakan telah terbunuh selama perang itu.
Namun, hubungan Sino-Vietnam dengan cepat memburuk pada pertengahan tahun 1970an setelah berakhirnya Perang Vietnam. Vietnam justru bergabung dengan Dewan Kerjasama Ekonomi Mutual atau Council for Mutual Economic Cooperation (COMECON) yang didominasi Soviet dan menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama dengan Uni Soviet pada tahun 1978.
Semua tahu China dan Uni Soviet terjebak dalam persaingan ketat untuk berebut pengaruh komunis di Dunia Ketiga. Beijing merasa diremehkan oleh Hanoi. China menyebut perjanjian tersebut sebagai aliansi militer dan mencap Vietnam sebagai ‘Cuba of the East’, mengejar ‘mimpi kekaisaran’ hegemonistik di Asia Tenggara.” Akibatnya, China merasa perlu “memberi pelajaran kepada Vietnam.”
Dalam sebuah kunjungan ke Amerika Serikat pada bulan Januari 1979, Wakil Perdana Menteri China Deng Xiaoping secara eksplisit mengatakan kepada Presiden Jimmy Carter tentang tindakan militer yang akan dilakukan. “Anak kecil itu mulai nakal, saatnya dia dipukul,” katanya
China benar-benar merasa dikhianati dan berpikir bahwa Hanoi tidak tahu berterima kasih atas bantuan dan pengorbanan China selama perang di Vietnam. Pada saat yang sama, China mengkhawatirkan pengepungan Soviet dan ingin menunjukkan kepada Vietnam bahwa sekutunya yang baru, Uni Soviet, tidak akan mau atau tidak dapat membantu selama konflik militer.
Deng Xiaoping yang kemudian menjadi pemimpin China kemudian mengumpulkan kekuatan lebih dari 300.000 di dekat perbatasan China-Vietnam pada awal 1979 dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang.
Kasus yang dijadikan alasan adalah perlakuan buruk terhadap etnis minoritas di Vietnam, invasi Vietnam ke Kamboja pada bulan Desember 1978 dan penghapusan kekuatan rezim Khmer Merah yang didukung China, serta pendudukan Vietnam di Kepulauan Spratly juga diklaim oleh China.
Pada tanggal 17 Februari 1979, China akhirnya meluncurkan invasi dan menyebutnya sebagai “serangan balasan balas dendam” terhadap “hooligan Asia” dan “anjing pelacak Uni Soviet”. Selama 30 hari, Tentara Pembebasan Rakyat China bertempur dalam perang paling berdarah sejak Perang Korea.
Pada 16 Maret, China menarik seluruh pasukannya dari wilayah Vietnam setelah Beijing mengklaim telah mencapai tujuan perangnya, termasuk pendudukan dua kota Vietnam. Padahal China juga remuk redam dalam perang teresbut dengan sekitar 22.000-63.000 orang China terbunuh dan terluka. Sedangkan Korban Vietnam diperkirakan sekitar 10.000 orang. Pertempuran dan ketegangan tingkat rendah terus berlanjut sampai awal 1990an.
Apa yang terjadi di Perang Naga ini meninggalkan kesan yang mendalam pada Korea Utara yang akhirnya meyakini China tidak akan ragu untuk meninggalkan sekutu untuk kepentingan mereka. Sesuai dengan diktum Lord Palmerston bahwa tidak ada sekutu abadi dan tidak ada musuh abadi, namun hanya ada kepentingan abadi, China memilih untuk berperang dengan sebuah negara yang didukungnya secara ekonomi, militer, dan politik selama lebih dari dua dekade.