Menteri Pertahanan Amerika Serikat Jim Mattis mengatakan kondisi pengungsi Rohingya dari Myanmar jauh lebih buruk daripada apa yang selama ini digambarkan media.
Lebih dari 688.000 Muslim Rohingya dam ratusan warga beragama Hindu telah melarikan diri ke Bangladesh sejak 25 Agustus tahun lalu setelah militer Myanmar melakukan operasi militer di bagian utara negara bagian Rakhine.
Muncul laporan adanya pembunuhan, penjarahan dan pemerkosaan yang dilakukan oleh militer Myanmar.
“Ini adalah tragedi yang lebih buruk dari apa yang CNN atau BBC telah mampu menggambarkan tentang apa yang telah terjadi pada orang-orang ini,” kata Mattis, kepada wartawan saat melakukan perjalanan ke Indonesia Selasa 23 Januari 2018 sebagaimana dilaporkan Reuters.
“Dan Amerika Serikat telah terlibat penuh semangat dalam bidang diplomatik yang berusaha menyelesaikan masalah ini, terlibat dengan bantuan kemanusiaan, banyak uang masuk dalam bentuk bantuan kemanusiaan.”
Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha menganggap Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh. PBB menggambarkan tindakan keras Myanmar sebagai pembersihan etnis Rohingya.
Sementara itu lembaga PBB yang mengurusi pengungsi UNHCR dan kelompok lainnya mendesak rencana untuk mengirim pengungsi Rohingya ke Myanmar dipikirkan kembali di tengah kekhawatiran ketidakmampuan lembaga bantuan untuk menjamin keamanan ratusan ribu orang tersebut.
Seruan tersebut terjadi saat Bangladesh menunda pemulangan Rohingya yang sebagian besar kewarganegaraan ke Myanmar karena proses penyusunan dan verifikasi daftar orang yang akan dikirim kembali tidak lengkap.
“Agar pemulangan dilakukan [benar] dan agar bisa berkelanjutan serta benar-benar layak. Anda harus benar-benar menangani sejumlah masalah yang untuk saat ini kami belum pernah mendengar apapun,” kepala UNHCR Filippo Grandi mengatakan di Jenewa , mencatat bahwa isu-isu seperti kewarganegaraan belum ditangani.
Grandi mengatakan penting untuk menetapkan mekanisme pemantauan di Rakhine bagi mereka yang kembali dan mencatat bahwa UNHCR saat ini tidak memiliki kemampuan untuk bergerak bebas dan melakukan peran ini di sana.
Myanmar dan Bangladesh sepakat pada awal bulan ini untuk menyelesaikan repatriasi sukarela para pengungsi dalam dua tahun. Myanmar mengatakan telah mendirikan dua pusat penerimaan dan sebuah kamp sementara di dekat perbatasan di Rakhine untuk menerima kedatangan pertama.