Wakil Presiden Amerika Mike Pence mengatakan pertemuannya dengan Raja Yordania Abdullah II sepakat untuk tidak sepakat mengenai konflik Israel-Palestina dan keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.
“Kami sepakat untuk tidak sepakat,” kata Mike Pence seusai pertemuan dengan Raja Yordania Minggu 21 Januari 2018.
Dalam pembicaraan tersebut, Raja Abdullah menegaskan kembali posisi Yordania dengan mengatakan bahwa Yerusalem Timur harus menjadi ibu kota negara Palestina masa depan. Selain itu Amerika Serikat harus membangun kembali kepercayaan kepada mereka yang terguncang oleh keputusan Trump yang kontroversial untuk mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel pada 6 Desember 2017 lalu.
Seperti yang diumumkan oleh pejabat tinggi, konflik Israel-Palestina hanya bisa dipecahkan dengan keputusan dua negara serta memperingatkan pihak Washington bahwa keputusan mengakui Yerusalem telah menghancurkan wilayah tersebut, memicu radikalisme dan dapat menghambat upaya untuk mencapai penyelesaian konflik secara komprehensif.
“Kami berharap bahwa Amerika Serikat akan menjangkau dan menemukan cara yang tepat untuk melangkah maju dalam situasi yang penuh tantangan ini,” katanya sebagaimana dilaporkan Reuters.
Pence ketika di Mesir sehari sebelumnya mengatakan Amerika Serikat akan mendukung solusi dua negara untuk Israel dan Palestina jika mereka berdua menyetujuinya.
Yordania kehilangan Yerusalem Timur dan Tepi Barat ke Israel selama perang Arab-Israel pada tahun 1967. Pence mengatakan kepada raja bahwa Washington berkomitmen untuk melestarikan status quo tempat-tempat suci di Yerusalem. “Kami tidak memiliki posisi pada batas dan status akhir, itu bisa dinegosiasikan,” kata Pence.
Dinasti Hashemite Raja Abdullah adalah penjaga tempat suci umat Islam di kota tersebut, membuat Amman sangat sensitif terhadap perubahan status di sana.
“Bagi kami, Yerusalem adalah kunci bagi umat Islam dan Kristen, seperti juga Yahudi. Ini adalah kunci perdamaian di wilayah ini dan kunci untuk memungkinkan umat Islam untuk secara efektif melawan beberapa akar penyebab radikalisasi kami,” katanya.
Pejabat Yordania khawatir langkah Trump telah menghancurkan kemungkinan dimulainya kembali perundingan damai Arab-Israel, yang Raja Abdullah berusaha untuk menghidupkan kembali.