Amerika Tidak Pernah Belajar dari Perang Afghanistan

Amerika Tidak Pernah Belajar dari Perang Afghanistan

Amerika pergi lagi ke Afghanistan. Bertahun-tahun setelah sebagian besar orang Amerika mulai melupakan perang terpanjang yang pernah dilakukan negara ini, kini tentara Amerika kembali ditugaskan ke Afghanistan.

Selama hampir 16 tahun, atas perintah tiga presiden dan berkali-kali suksesi para jenderal yang dilupakan dengan menyedihkan, Amerika berputar-putar seperti  pengendara yang terjebak dalam lingkaran tanpa jalan keluar.

Kali ini jumlah Pentagon secara resmi merahasiakan berapa pasukan yang akan dikirimkan. Ada yang menyebut 3.500 atau 4.000 hingga 6.000. Tetapi jumlah sebenarya tidak akan pernah diketahui. Apakah masih layak percaya pada pernyataan tentang jumlah sementara terbukti setelah Presiden Obama mencoba mengakhiri perang di sana pada tahun 2014, berulang kali dilaporkan jumlah personel yang ada di negara itu hanya 8.400, tetapi faktanya data terakhir menyebutkan jumlah sebenarya mendekati 12.000 orang.

“Konflik tersebut, menurut kami, saat ini adalah sebuah ‘jalan buntu.’ Kami membutuhkan lebih banyak tentara Amerika untuk memecahkannya, sebagian untuk ‘melatih’ Tentara Nasional Afghanistan sehingga tentaranya dapat menjadi lebih baik dibanding Taliban ditambah dengan kelompok ‘teroris’ lainnya. Dengan cara itu, militer merika  setelah beberapa tahun lagi dapat mengklaim kemenangan,” tulis  Ann Jones seorang wartawan dan penulis buku Kabul in Winter (2006) dan War Is Not Over When It’s Over (2010),.

Dalam tulisannya di The Nation Kamis 21 September 2017 Jones mengatakan pernah bertemu dengan Shukria Barakzai, mantan anggota parlemen Afghanistan yang sekarang menjabat sebagai duta besar Afghanistan untuk Norwegia. Dia sempat menjadi korban serangan bom bunuh diri pada tahun 2014 yang dilakukan pembom bunuh diri Taliban.

“Dia mengatakan kepada saya hanya beberapa minggu yang lalu bahwa Taliban sudah berakhir! Mereka hanya ingin pulang, tapi orang Amerika tidak akan membiarkan mereka.”

Barakzai juga mengingatkan kepada Jones bahwa Taliban bukanlah tentara yang menyerang. Mereka adalah warga negara Afghanistan. Yang membedakan dari warga lain adalah mereka dari kelompok religius konservatisme ekstrem, serta memiliki kesalahpahaman dan pendekatan hukuman terhadap pemerintahan.

“Mereka setara dengan partai Republik sayap kanan evangelis kita [Amerika] sendiri. Anda menemukan beberapa di hampir setiap kota. Dan semakin Anda mengganggunya, semakin jahat yang mereka dapatkan maka akan semakin banyak pengikut yang mereka dapatkan. Namun di saat-saat damai kemungkinan Taliban akan kembali menjadi petani, pemilik toko, penduduk desa, seperti ayah mereka sebelumnya,” tulis Jones. Sayangnya selama 40 tahun terakhir Afghanistan tidak pernah bisa membangun perdamaian dengan kuat. Semua karena intervensi asing.

Hanya beberapa orang Afghanistan yang menjadi simpatisan Taliban ketika Amerika Serikat menggulingkan rezim Taliban pada tahun 2001. Tetapi sekarang jumlahnya justru lebih banyak dan mereka mengendalikan bagian-bagian penting negara tersebut dan akhirnya mengancam sejumlah ibu kota provinsi. “Mereka mengaku bersedia bernegosiasi dengan pemerintah Afghanistan  tapi itu hanya akan dilakukan jika semua pasukan Amerika meninggalkan negara tersebut,” tulis Jones lagi.

Tetapi untuk pemerintah Trump hal itu bukan sebuah pilihan. Jones menyindir tajam bahwa perdamaian Afghanistan adalah berita buruk bagi produsen senjata. Apalah arti mereka jika Amerika tidak berperang di Timur Tengah?.

Sebaliknya, presiden telah menempatkan “jenderal” -nya di Gedung Oval  untuk melakukan apa yang dilakukan para jenderal.  Mereka yang bertanggung jawab sekarang-James Mattis, HR McMaster, dan John Kelly- semua adalah veteran perang Afghanistan atau Irak. Akibatnya lanjut Jones mereka akan tunduk pada apa yang oleh Freud diberi label “dorongan pengulangan” yakni  dorongan buta untuk mengulang pengalaman dan situasi sebelumnya, seringkali mereka berharap bahwa segala sesuatunya akan berubah.

NEXT: HARAPAN BERKEMBANG TETAPI SEGERA MENJADI KEBENCIAN