Saat ini, penembak jitu atau sniper telah diakui sebagai bagian yang sangat penting dari kekuatan infanteri modern di manapun. Namun hal itu tidak begitu saja terjadi, butuh waktu lama untuk efisiensi dan efektivitas tempur penembak jitu agar bisa terwujud.
Meski setiap tentara infanteri memiliki hubungan pribadi yang dalam dengan senjatanya, demikian juga dengan penembak jitu dan senapan mereka. Teknik sniping telah dikembangkan bersamaan dengan kemajuan teknologi senapan sniper, sehingga senapan sniper sebenarnya dianggap sebagai perpanjangan tubuh penembak jitu.
Penembak jitu yang terlatih dan berpengalaman adalah petempur yang luar biasa efisien, dibandingkan dengan rata-rata tentara infanteri.
Sebagaimana ditulis Small Wars Journal dalam Perang Dunia II, jumlah tembakan rata-rata yang ditembakkan tentara infanteri untuk membunuh satu tentara musuh adalah 25.000 peluru, dan jumlah ini terus meningkat sejak saat itu.
Dalam perang Korea, jumlahnya meningkat dua kali lipat menjadi 50.000. Vietnam ketika dikenalkan senjata M14 dan M16, tetapi justru semakin dibutuhkan banyak tembakan untuk bisa menembak satu musuh yakni rata-rata 200.000 putaran.
Saat ini, jumlahnya telah meningkat lagi, sehingga dibutuhkan sekitar seperempat juta peluru untuk membunuh satu musuh di Afghanistan. Bandingkan dengan efektivitas sniper di Afghanistan sekarang yang hanya membutuhkan 1,3 peluru untuk membunuh satu musuh.
Efisiensi luar biasa ini bisa dicapai tidak hanya melalui pelatihan dan teknik yang terus berkembang, namun juga melalui evolusi senapan sniper itu sendiri. Mari kita lihat bagaimana senapan sniper pertama muncul dan kemudian berkembang sejak saat itu.