Pada 2014, pertahanan udara Yaman dikelompokkan menjadi sembilan brigade, masing-masing mengoperasikan campuran rudal permukaan ke udara S-75 / SA-2, S-125 / SA-3, 2K12 / SA- 6 dan 9K31 / SA-9.
Pada saat gerilyawan Houthi turun dari pegunungan di Yaman utara dan merebut kendai atas Ibukota Sana’a pada bulan September 2014, militer Yaman sudah mengalami perpecahan internal yang dalam.
Beberapa unit – terutama pesawat terbang yang beroperasi – berpihak pada presiden yang sah, Abdrabbuh Mansour Hadi, namun sebagian besar mengalami kerusakan pada bulan Februari 2015.
Mayoritas militer berpihak pada mantan presiden Ali Abdullah Saleh. Salah satu unit militer pertama yang secara terbuka membelot ke Saleh dan berpihak pada Houthi adalah Brigade Pertahanan Udara ke-101 Angkatan Udara Yaman.
Juga dikenal sebagai Brigade Radar, unit ini mengoperasikan sekitar selusin radar peringatan dini buatan Soviet, dan melakukan kontrol terhadap tiga brigade pertahanan udara lainnya yang berada di wilayah Sana’a. Dengan demikian, mereka mengendalikan satu-satunya elemen pertahanan udara Yaman yang dapat digambarkan sebagai “terpadu.”
Tidak mengherankan, meski sebagian besar komandan tertinggi dan hampir semua personel Angkatan Udara Yaman menolak mematuhi perintah Houthi, personil Brigade Pertahanan Udara 110 – bertanggung jawab untuk melindungi Pangkalan udara Daylami di Sana’a mengikuti 101 dan bergabung dengan pemberontakan.

Dua brigade pertahanan udara lainnya – yakni Brigade ke-140 dan yang ke160 – yang bertanggung jawab untuk melindungi ibukota Yaman sebagian besar personil mereka berpihak pada Houthi pada bulan Januari 2015.
Hal serupa terjadi di Yaman tengah dan barat. Personel Brigade Pertahanan Udara ke-150 di Hodeida, dan Brigade Pertahanan Udara ke-180 yang bertanggung jawab atas daerah sekitar Ma’rib, juga bergabung dengan Houthi.
Brigade Pertahanan Udara ke-170 melindungi Selat Bab Al Mandab yang penting secara strategis bergabung dengan Houthi pada pertengahan Maret 2015.
Lebih jauh ke selatan dan timur, situasinya sangat berbeda, terutama karena Houthi tidak pernah berhasil mencapai basis yang relevan. Brigade Pertahanan Udara ke-120 – yang dulunya bertanggung jawab atas Aden – hancur berantakan selama kekacauan pada bulan Maret 2015, dan tidak pernah berdiri kembali.
Di Yaman timur, Brigade Pertahanan Udara 190, yang berbasis di pangkalan udara Riyan dekat pelabuhan Mukalla, dikuasai oleh Al Qaeda. Sebagian personelnya tewas dan yang lain menghilang.

Pada akhir Maret 2015, Houthi dan sekutu unit militer Yaman telah mengambil alih sebagian besar aset pertahanan udara dari Angkatan Udara Yaman. Dengan cara ini, mereka memiliki setidaknya enam sistem S-75 / SA-2, lima atau enam S-125 / SA-3, dua 2K12 / SA-6 dan empat 9K31 / SA-9s, yang disusun menjadi tujuh brigade pertahanan udara.
Ketika kemudian koalisi pimpinan Saudi melakukan intervensi di Yaman pada bulan Maret 2015, unit-unit pertahanan udara ini menemukan diri sebagai target yang mendapat perhatian utama. Dengan mengirimkan beberapa pembom tempur canggih buatan Amerika dan Eropa, Saudi dan sekutunya secara sistematis melacak dan menghancurkan tidak hanya sebagian besar radar Houthi, tapi juga sebagian besar peluncur dan peralatan pendukungnya.
Orang-orang Yaman melawan, menembakan setidaknya 40 rudal darat ke udara. Mereka mengklaim telah menembak jatuh dua pesawat tempur Saudi, dua pesawat Emirat Arab dan setidaknya satu pesawat Sudan. Tetapi itu hanya klaim, benarnya seperti apa juga tidak jelas.
Pada bulan April 2015, Brigade Pertahanan Udara ke-101, 110, 140, 160 dan 180 sebagian besar dinetralkan. Hanya Brigade Pertahanan Udara ke-150 dan ke-170 yang berhasil memulihkan diri dan menyembunyikan sebagian besar peralatan mereka.
Sebagai perbandingan, berbagai rudal pertahanan udara yang diluncurkan oleh tentara milik pasukan tentara Yaman yang dekat dengan Houthi terbukti jauh lebih efektif selama fase pertama konflik tersebut. Pada akhir 2015, mereka bertanggung jawab menghancurkan satu pesawat F-16C Maroko, Bahrain-F-16C, dua Saudi AH-64A serta selusin pesawat tak berawak.
Setelah menjadi jelas bahwa perang akan berlangsung lebih lama, pada bulan Mei 2015 sebagian besar peralatan pertahanan udara yang masih ada diambil alih oleh Pasukan Rudal baru dari Houthi. Terdiri dari petugas dengan pengalaman puluhan tahun mengoperasikan berbagai sistem rudal dan dilengkapi dengan senjata dan peralatan apa pun yang tersisa setelah beberapa minggu pertama serangan udara. Kekuatan ini membentuk divisi penelitian sendiri yakni Pusat Riset & Pengembangan Rudal atau Missile Research & Development Center (MRDC).
MRDC bertanggung jawab mengkonversi stok sekitar 200 V-755 SAM dari sistem S-75 / SA-2 menjadi rudal balistik. Dikerahkan di bawah sebutan Qaher-1, Qaher-2 dan Qaher-2M, lusinan rudal ini ditembakkan ke target yang berbeda di Yaman dan Arab Saudi.