Sedikitnya dua dua pembom strategis B-52H Stratofortress, pada Senin 15 Januari 2018 terbang melintasi Pasifik. Mereka terus melewati Hawaii dan hampir pasti mendarat ke Panngkalan Udara Andersen di Guam.
Di sana mereka akan bergabung dengan B-1B dan B-2A yang sudah dikerahkan ke pos terdepan tersebut. Kedatangan B-52 menjadikan apa yang terjadi terakhir pada Agustus 2016 kembali terulang ketika tiga bomber Amerika bersama-sama berada di pulau tersebut.
Sebelumnya B-2 juga telah dikerahkan ke pulau tersebut di tengah ketegangan yang belum juga turun di wilayah pasifik, terutama terkait rudal dan nuklir Korea Utara. Sebelumnya muncul laporan di New York Times bahwa diam-diam Pentagon telah melakukan persiapan terakhir untuk melakukan perang dengan Pyongyang.
Sebelum kedatangan B-2 dan B-52, hanya ada B-1B di Guam. Selama 16 bulan terakhir B-52H absen dari wilayah ini. B-52H seperti B-2A memiliki kemampuan untuk mengirimkan senjata nuklir.
Sejauh ini memang belum ada konfirmasi dari Angkatan Udara Amerika tentang pengiriman B-52H. Sebagaimana dilaporkan The Drive Senin 15 Januari 20189, pesawat terdeteksi melalui situs penerbangan pesawat yang menyebut bomber tersebut terbang dengan Callsign MYTEE 51. Tidak jelas juga akan berapa lama B-52H akan tinggal di Guam karena perputaran bomber di tempat ini dikenal cukup cepat dan sporadis.
USAF B-52H Stratofortress bombers callsign MYTEE51 Flight of 2? Departed Barksdale AFB, Louisiana en-route to Andersen AFB, Guam pic.twitter.com/GEDFPE5ChZ
— Aircraft Spots (@AircraftSpots) January 15, 2018
Selama tahun 2017, B-1B paling lama beroperasi di Guam. Beberapa kali pembom ini terbang ke perbatasan Korea Utara untuk memberi ancaman dan pesan kepada Pyongyang. Penerbangan lebih sering dilakukan setelah Kim Jong un melakukan uji rudal dan nuklirnya.
Situasi di Semenanjung Korea sebenarnya menuju ke arah yang lebih dingin setelah Korea Utara bersedia melakukan perundingan dengan Korea Selatan. Perundingan bisa dilakukan setelah Seoul sepakat untuk menunda latihan militer bersama dengan Amerika Serikat.
Dalam perundingan tersebut, Pyongyang sepakat untuk mengirim kontingen saat Olimpiade Musim Dingin di Korea Selatan yang menjadi sinyal untuk membuka perundingan yang lebih dalam.