Sekitar pukul 11:00 malam itu, empat Lockheed MC-130 Combat Talons, pesawat terbang khusus bermesin turboprop, terbang melintasi langit tanpa bulan dari Pakistan ke ruang udara Afghanistan.
Di atas pesawat ada 199 personel Rangers US Army dengan perintah untuk merebut landasan terbang. Seratus mil ke timur laut, helikopter Chinook dan Black Hawk melaju melewati kegelapan menuju Kandahar, membawa beberapa pasukan Angkatan Darat yang didominasi Rangers, menuju situs kedua.
Saat itu tanggal 19 Oktober 2001. Perang di Afghanistan baru saja dimulai dan Pasukan Operasi Khusus adalah ujung tombak Amerika.
Para Ranger ini kemudian terjun payung dan kemudian membersihkan lapangan terbang, menyerang beberapa musuh dan membunuhnya. Di situs kedua, kediaman pemimpin Taliban Mullah Mohammed Omar, pasukan khusus juga tidak memiliki perlawanan berarti meskipun beberapa orang Amerika terluka namun karena tembakan salah sasaran dan kecelakaan helikopter.
Pada tahun 2001, pasukan khusus Amerika hanya menargetkan dua kekuatan musuh yakni Al Qaeda dan Taliban. Pada tahun 2010, tahun penuh pertamanya di Gedung Putih, Presiden Barack Obama memberi tahu Kongres bahwa pasukan Amerika masih “secara aktif mengejar dan melibatkan pejuang Al-Qaeda dan Taliban yang tersisa di Afghanistan.”
Menurut sebuah laporan Pentagon kepada Kongres baru-baru ini, pasukan Amerika memerangi lebih dari 10 kali jumlah kelompok militan, termasuk Taliban yang masih tak terkalahkan, jaringan Haqqani, afiliasi ISIS yang dikenal sebagai ISIS-Khorasan, dan berbagai jaringan pemberontak lainnya.
Setelah lebih dari 16 tahun bertempur, pasukan Operasi Khusus Amerika tetap menjadi ujung tombak di Afghanistan, di mana mereka terus melakukan misi kontraterorisme. Faktanya, dari 1 Juni sampai 24 November 2017, menurut laporan Pentagon tersebut, anggota Satuan Tugas Operasi Khusus-Afghanistan melakukan 2.175 operasi darat baik bertempur aktif maupun melatih pasukan komando Afghanistan.
“Selama pemerintahan Obama, penggunaan pasukan Operasi Khusus meningkat secara dramatis, seolah-olah penggunaannya menjadi semacam solusi magis dan serba guna untuk memerangi terorisme,” kata William Hartung, Direktur Arms and Security Project di Center for International Policy.
“Tahun-tahun berikutnya telah membuktikan keyakinan itu salah. Ada banyak personel yang sangat terampil dan mengesankan yang terlibat dalam operasi khusus atas nama Amerika Serikat, namun masalah yang ada sebenarnya tidak membutuhkan solusi militer. Terlepas dari kenyataan ini, pemerintah Trump melipatgandakan pendekatan ini di Afghanistan, meskipun strategi tersebut tidak mencegah penyebaran organisasi teroris dan mungkin malah kontraproduktif. ”