Site icon

Apakah Perang Korea akan Pecah pada 2018?

Salah satu isu paling serius yang terjadi pada tahun 2017 adalah apa yang harus dilakukan pada Korea Utara. Pada bulan September, Kim Jong Un menguji senjata nuklir terbesar yang mereka klaim sebagia bom hidrogen.

Korea Utara tahun in juga menunjukkan bahwa mereka memiliki teknologi rudal yang tidak bisa dianggap remeh. Rudal yang mereka uji di akhir-akhir 2017 menunjukkan memiliki jangkauan yang bisa mencapai titik manapun di bumi, terutama Amerika, dengan membawa hulu ledak nuklir.

Rejim Kim di Pyongyang juga telah menyebarkan retorika  bahkan mengancam untuk menyerang wilayah Guam di Amerika Serikat dengan rudal. Pemerintahan Trump telah menanggapi dengan ancamannya sendiri, meningkatkan kekhawatiran akan perang di Asia Timur Laut. Pertanyaannya, apakah situasi panas di 2017 akan benar-benar pecah menjadi perang di 2018 ini?

Ada banyak pendapat. Mantan Ddirektur CIA John Brennan memperkirakan kemungkinan pecahnya perang di Semenangjung Korea hanya berkisar pada 20-25%. Sementara Richard Haass, Presiden Dewan Hubungan Luar Negeri Amerika, menempatkan kemungkinan pada 50-50%.

Yang lainnya lebih optimis, mencatat bahwa Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya belum memobilisasi kekuatannya untuk perang, termasuk belum memindahkan secara besar-besaran platform senjata, amunisi dan perlengkapan lainnya yang diperlukan untuk konflik habis-habisan.

Hampir semua orang setuju bahwa perang akan menjadi bencana besar, dengan potensi penggunaan senjata nuklir, kimia dan biologi yang dapat menyebabkan kematian jutaan orang di Korea Utara dan Selatan, dan mungkin di China serta Jepang. Dampak terhadap ekonomi global – dan bahkan iklim – akan sangat parah.

Korea Utara mengatakan bahwa program senjata nuklirnya dirancang untuk mencegah usaha Amerika dalam melakukan perubahan rezim. Joseph Cirincione analis dari Ploughshares Fund berpendapat bahwa dunia perlu belajar hidup dengan Korea Utara yang memiliki senjata nuklir, sama seperti dunia barat dengan Uni Soviet selama Perang Dingin.

Ada laporan bahwa Pemerintahan Trump sedang mempertimbangkan tindakan militer secara terbatas. Para petinggi Pentagon telah berulang kali menemukan bahwa perang terbatas dengan Korea Utara bukanlah pilihan yang realistis, karena Pyongyang akan menanggapi dengan meningkatkan konflik dalam skala besar.

Sebagian besar analis menambahkan bahwa senjata konvensional tidak dapat menghancurkan lokasi rudal Korea Utara  yang menjadikan satu-satunya opsi paling realistis adalah melakukan serangan pre-emptive dengan serangan nuklir.

“Saya yakin tidak aka nada tanpa perang (pada 2018),” prediksi Isaac Stone Fish, seorang analis urusan internasional untuk PRI’s The World.  Stone Fish adalah peneliti senior di Asia Society, dan mantan koresponden Newsweek di Beijing.

Dia  meyakini semua pihak menyadari bahwa mereka memiliki lebih banyak kehilangan dengan perang daripada tanpa perang.  Dia percaya “kepala lebih dingin akan menang.”

Stone Fish mengatakan itu juga tergantung bagaimana orang mendefinisikan perang. “Orang bisa melihat kemungkinan bentrokan kecil, dengan beberapa tentara tewas di kedua sisinya, jauh lebih mungkin.”

Namun Stone memiliki kekhawtiran lain. “Kekhawatiran terbesar saya,” katanya sebagaimana dilaporkan USA Today Senin 1 Januari 2018, “adalah bahwa Trump menghadapi krisis domestik yang lebih serius, merasa dia benar-benar kehilangan cengkeraman basisnya, dan memutuskan untuk melakukan sesuatu terhadap Korea Utara untuk mendapatkan kembali popularitas.”

Baca juga:

Pakai Skenario dan Senjata Apapun, Perang Korea Sangat Berbahaya

Exit mobile version