
Menyusul insiden ini, angkatan udara Irak memutuskan untuk menarik pejabat dari pelatihan di Amerika Serikat. Namun, tiga dari mereka yakni Kapten Shaker Mahmoud Yusuf, Kapten Mohammad Raglob dan Redfa, kembali ke Irak. Tetapi mereka diikuti oleh tiga wanita yang bertugas untuk menjadi “pacar” tiga pilot tersebut.
“Pacar” Yusuf tiba di Baghdad hanya beberapa hari setelah dia datang dan mereka bertemu di sebuah apartemen pada 6 Juli 1965 malam. Ketika Yusuf menolak undangan untuk membelot ke Israel dengan MiG-nya, Ezra Zelkha menembak mati petugas Irak itu.
Sedangkan Raglob juga dibunuh, bukan karena menolak untuk membelot tetapi karena ia menuntut terlalu banyak yakni US$ 1 juta. Dia tertangkap oleh dua agen Mossad dan dilempar keluar dari kereta api berkecepatan tinggi selama perjalanan ke Jerman pada 11 Februari 1966.
Redfa seharusnya juga diikuti seorang perempuan dari Amerika. Tetapi sangat sedikit yang diketahui tentang dia kecuali namanya – Lisa Brat. Beberapa hari setelah kedatangannya, Brat mengatur pertemuan dan memmberikan Redfa dengan pilihan – “. Perak atau timah”
Setelah Redfa membuat keputusan, Mossad mengambil alih operasi. Tiga hari setelah keluarganya dievakuasi melalui Iran, komandan skuadron Irak berangkat untuk misi pelatihan dari pangkalan udara Tammouz, sebelah barat Baghdad, dan kemudian terbang melalui Yordania menuju Israel.
Meskipun tidak ada keraguan bahwa Redfa memberikan data intelijen penting untuk Israel, hasil lain dari pembelotan sering dibesar-besarkanan secara berlebihan – terutama di Amerika Serikat.
Karena sebenarnya Baghdad pada saat itu telah bekerjasama baik dengan London dan Amerika Serikat pada akhir tahun 1963. Intelijen AS tidak hanya mendapat kesempatan untuk menguji-terbang MiG di Irak, tetapi juga menerima semua terkait dokumentasi teknis dan pelatihan.
Penyelidikan resmi Irak menyebutkan Redfa disimpulkan hanya orang nomor empat pada daftar Mossad dan, jika ia menolak untuk membelot, orang-orang Israel akan mengancam dan membunuh pilot. Oleh karena itu, tidak ada atasan atau rekan Redfa yang dihukum karena pembelotan ini.
Amerika diberi izin untuk menguji terbang MiG-17 di Kamboja sekitar waktu yang sama, dan pada awal tahun 1970 ketika Amerika diperoleh tidak kurang dari 13 MiG-21F-13 dari Indonesia.
Hal ini memungkinkan Angkatan Udara AS dan Angkatan Laut AS untuk membangun seluruh skuadron pelatihan dilengkapi dengan pesawat MiG yang menjadikan mereka memiliki banyak kemenangan dalam pertempuran dengan pesawat tersebut.
Sumber: War is Boring