
Pada September 1980, Iran dan Irak berperang. MiG-25 Baghdad dan pesawat pengintaian bisa lari ke ruang udara Iran tanpa gangguan karena mereka masih mengandalkan F-4 dan F-5 karena tidak ada awak yang menjalankan F-14.
Selama perang delapan tahun, MiG-25 menembak jatuh lebih selusin pesawat Iran, termasuk ternilai pesawat peperangan elektronik EC-130. Pilot Irak Kolonel Mohommed Rayyan sendiri mengklaim membunuh delapan pesawat dengan MiG-25.
Ketika perang pecah, hanya 77 Tomcat yang tersisa – dua telah jatuh. Dengan kru dan pengelola tidak ada dan Teheran putus hubungan dengan Grumman, Hughes dan Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS.
Angkatan udara Ayatullah ini berhasil memunculkan 60 pilot setia dan 24 kru kursi belakang untuk operator radar. Mereka segera terbang untuk masuk ke ajang pertempuran.
Pada awalnya, Tomcat bertindak sebagai peringatan dini dan platfom manajemen pertempuran sementara pesawat kurang canggih melakukan pertempuran yang sebenarnya. “Pesawat-pesawat belum digunakan dalam pertempuran,” The New York Times melaporkan pada bulan Desember 1981.
“Sebaliknya mereka telah berdiri off dari pertempuran dan telah digunakan sebagai pesawat kontrol, dengan radar dan elektronik canggih membimbing pesawat lain untuk menuju target atau memberi peringatan jika ada pesawat Irak datang. ”
Setelah F-14 masuk ke medan laga, pertempuran menjadi lebih menari. Dalam delapan tahun pertempuran, kru Tomcat Iran mengklaim sekitar 200 kemenangan udara terhadap pesawat Irak, 64 dari yang angkatan udara Iran bisa mengkonfirmasi.
Satu pilot F-14 bernama Jalil Zandi dilaporkan mengklaim 11 kemenengan udara ke udara membuat di amenjadi salah satu pilot paling mematikan selama perang.
“Perintah tinggi Irak telah memerintahkan semua pilot untuk tidak terlibat dengan F-14 dan tidak mendekat dengan pesawat tersebut,” tulis Nassirkhani. “Biasanya kehadiran Tomcat sudah cukup membuat musuh takut dan menggiring jet tempur musuh kembali ke Irak.”
Pada awalnya, F-14 yang hanya dipersenjatai dengan meriam internal 20 milimeter mereka dan rudal jarak jauh Phoenix. Kontraktor Amerika tidak punya waktu untuk mengintegrasikan rudal jarak menengah Sparrow dan jarak pendek rudal Sidewinder.
Taktik normal menyerukan awak F-14 menembakkan phoenix pada target mereka dari jarak 100 mil, tapi tanpa persenjataan alternatif penerbang Iran bergantung pada berat AIM-54 untuk pertempuran jarak pendek juga. Bahkan pernah pilot Iran menghantam pesawat Irak dengan rudal ini hanya pada jarak 12 mil.
Delapan F-14 jatuh dalam pertempuran selama perang dengan Irak – satu sengaja ditembak jatuh oleh F-4 Iran, tiga disambar F.1 Mirage Baghdad dan satu digebuk oleh MiG-21 Irak. Sementara dua pesawat lagi jatuh tanpa diketahui sebabnya.
Tomcat kedelapan yang hilang selama perang Iran-Irak dilaporkan jatuh di Irak ketika awaknya membelot. Taghvaee mengklaim bahwa Pasukan Operasi Khusus AS menyusup “jauh di dalam wilayah Irak” untuk menghancurkan F-14 yang ditinggalkan dan “mencegahnya jatuh ke tangan Soviet.”
Tomcat Iran mencegat MiG-25 Irak pada beberapa kesempatan. Tapi hanya satu flier Iran berhasil menembak salah satu Mach-3 MiG. Pada bulan September 1982 dan lagi pada bulan Desember, Shahram Rostani menembak MiG-25 dengan rudal Phoenix.