Pangeran al-Waleed bin Talal, yang kekayaannya diperkirakan mencapai US$ 18,6 miliar atau sekitar Rp 252 triliun ditahan pada bulan November lalu bersama dengan para pangeran dan pejabat tinggi Saudi lainnya sebagai bagian dari penyelidikan anti-korupsi besar-besaran yang diluncurkan oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman.
The Wall Street Journal menerbitkan sebuah laporan Sabtu 23 Desember 2017 mengabarkan bahwa pemerintah Saudi memerintahkan al Waleed yang diduga ditahan di hotel mewah Ritz-Carlton di Riyadh untuk membayar US$ 6 miliar atau sekitar Rp 81 triliun sebagai imbalan atas pembebasannya.
Namun, sang pangeran dilaporkan berusaha untuk melakukan negosiasi dengan pihak berwenang untuk menghindari pembayaran uang tunai dalam jumlah besar yang akan menimbulkan pukulan berat bagi bisnisnya.
Pangeran memiliki perusahaan investasi global Holding Kingdom, dan memegang saham besar di perusahaan internasional seperti micro-blogging Twitter, perusahaan penyewaan saham Lyft, dan Four Seasons Hotels & Resorts.
pengacara Salah Al-Hejailan, yang dulu bekerja dengan pangeran mengatakan Al Waleed yang berusia 62 tahun, sedang berjuang untuk meyakinkan pemerintah untuk mengambil saham di perusahaannya dengan imbalan kebebasan dan kesempatan untuk tetap mengendalikan perusahaannya.
Sebuah sumber yang tidak disebutkan namanya yang dekat dengan pangeran telah mengatakan kepada WSJ bahwa al Waleed bertekad untuk bertarung di pengadilan atas kekayaannya yang akan memberikan “masa sulit” kepada Mohammed bin Salman, yang juga sepupunya dan salah satu tokoh paling berpengaruh di Arab Saudi.
Menurut seorang pejabat pemerintah yang tidak disebutkan namanya Al Waleed dicurigai melakukan pencucian uang, penyuapan, dan pemerasan. Namun, al-Hejailan mencatat bahwa tidak ada tuntutan resmi terhadap pangeran tersebut.
Berita tersebut muncul saat Pangeran Miteb, putra Raja Abdullah, diduga dibebaskan dari tahanan setelah mengaku melakukan korupsi dan membayar US$ 1 miliar. Tiga orang lainnya juga diyakini dilepas.