Rusia menegaskan posisinya dalam konflik Israel-Palestina dengan mendesak semua pihak agar tidak mengambil langkah apapun, yang dapat menyebabkan eskalasi ketegangan.
“Rusia tidak dapat menyelesaikan konflik [Israel-Palestina] ini, Amerika Serikat juga tidak bisa. Namun, Rusia dapat membantu penyelesaian konflik ini dengan melanjutkan kebijakannya yang baik melalui kontak bilateral dengan Israel dan Palestina, dan di dalam kerangka format multilateral, “kata Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin kepada wartawan Rabu 20 Desember 2017. Dia menekankan bahwa tidak ada yang bisa menyelesaikan masalah untuk Israel dan Palestina.
Juru bicara Kremlin telah menetapkan bahwa Presiden Rusia Vladimir Putin tidak menjadwalkan melakukan pertemuan bilateral dengan kedua pemimpin Israel dan Palestina sampai akhir tahun ini.
“Hal yang paling penting adalah untuk menghindari langkah-langkah yang dapat menyebabkan perpecahan substansial dalam masyarakat internasional dan meningkatnya ketegangan antara peserta utama resolusi Timur Tengah,” juru bicara Kremlin menambahkan sebagaimana dikutip Sputnik.
Pernyataan tersebut dibuat sehari setelah Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov telah menegaskan bahwa Moskow mendesak pihak-pihak tersebut untuk segera memulai perundingan langsung, yang bertujuan untuk menemukan solusi dan dapat diterima oleh semua pihak serta berdasarkan keputusan PBB.
Posisi ini digaungkan oleh utusan wakil Rusia untuk PBB, dengan mengatakan Moskow siap menjadi “mediator jujur” dari konflik Israel-Palestina.
Dalam upaya untuk memperbaiki situasi tersebut, Mesir telah datang dengan sebuah rancangan resolusi mengenai masalah ini, yang konon telah mengubah karakter, status atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku lagi dan harus dibatalkan.
Inisiatif ini kemudian diveto oleh Amerika Serikat, meski 14 anggota Dewan Keamanan PBB lainnya yang mendukungnya. Utusan Amerika untuk PBB Nikky Haley menyebut dokumen tersebut sebagai “sebuah penghinaan.”
Konflik Israel-Palestina baru-baru ini meningkat setelah langkah Amerika secara kontroversial mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Pengumuman yang disampaikan Donald Trump pada 6 Desember 2017 tersebut memicu kemarahan dan demonstrasi besar-besaran umat Muslim di seluruh dunia.
Masyarakat internasional tidak mengakui aneksasi utama konflik Timur Tengah, yang harus dipecahkan berdasarkan kesepakatan dengan Palestina, yang mengklaim bagian timur Yerusalem.