Pernyataan tersebut muncul setelah sebuah laporan media yang menyebutkan Washington berencana untuk mengeluarkan dana sekitar US$ 214 juta untuk meningkatkan dan membangun struktur militer dan instalasi di pangkalan udara di Eropa Timur, Norwegia dan Islandia sebagai bagian dari inisiatif “pencegahan” terhadap Rusia.
“Rusia mengembalikan semua senjata nuklirnya ke wilayah nasionalnya. Kami percaya bahwa hal yang sama seharusnya dilakukan oleh pihak Amerika sejak lama,” kata Mikhail Ulyanov, Direktur Departemen Pengendalian Nonproliferasi dan Senjata di Kementerian Luar Negeri Rusia, mengatakan Sputnik Senin 18 Desember 2017.
Namun, menurut dia, Washington terus menyimpan, yang diperkirakan hingga 200 bom nuklir di Eropa. “Dan mereka berencana untuk memodernisasi senjata tersebut sedemikian rupa sehingga menurut sejumlah pensiunan militer AS lebih cocok untuk digunakan karena meningkatnya akurasi dan pengurangan kekuatan destruktif. Jika memang dimaksudkan untuk menempatkan jumlah tambahan dari hulu ledak nuklir di Eropa melampaui apa yang tersedia, ini hanya dapat memperburuk situasi, “kata Ulyanov.
Pernyataan Moskow tersebut muncul setelah sebuah laporan oleh Air Force Times menyebutkan Amerika berencana untuk mengeluarkan sekitar US$ 214 juta guna meningkatkan dan membangun struktur militer dan instalasi di pangkalan udara di Eropa Timur, Norwegia dan Islandia sebagai bagian dari yang disebut European Deterrence Initiative (EDI).
EDI yang sebelumnya dikenal sebagai European Reassurance Initiative dimulai dengan dalih krisis Ukraina yang meletus pada tahun 2014, yang secara khusus menyiratkan pengerahan 3.000-5.000 tentara NATO dan peralatan militer mereka di sepanjang perbatasan Rusia untuk “menghalangi” ekspansi Moskow.
Kementerian Luar Negeri Rusia telah berulang kali mengkritik penumpukan aliansi di Eropa Timur, dengan mengatakan bahwa tindakan itu provokatif dan dapat menyebabkan destabilisasi regional dan global.
Pada tahun 2016, NATO memutuskan untuk menyetujui pengiriman empat batalyon multinasional ke masing-masing negara Baltik yaitu Lithuania, Latvia dan Estonia serta Polandia.
Baru-baru ini, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan bahwa aliansi tersebut akan mempertahankan kehadiran di negara-negara Baltik dan Eropa Timur selama diperlukan setelah anggota aliansi sepakat untuk membuat struktur komando adaptif baru untuk meningkatkan kemampuan aliansi memperbaiki pergerakan kekuatan militer di seluruh Eropa.