Site icon

Erdogan Tegaskan Turki akan Buka Kedutaan Besar di Yerusalem

Yerusalem

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan kembali menegaskan keinginan Turki untuk membuka kedutaan besar di Yerusalem Timur. Hanya saja berbeda dengan Amerika yang membuka kedutaan besar untuk Israel, kedutaan besar yang dibuka Turki adalah untuk Palestina.

Dengan kata lain Turki akan menegaskan bahwa mereka mengakui kota suci tersebut sebagia Ibukota Palestina.

“Kami sudah mengumumkan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Negara Palestina, tapi kami belum bisa membuka kedutaan besar kami di sana sebab Yerusalem saat ini berada di bawah pendudukan,” kata Erdogan dalam satu pertemuan Partai Pembangunan dan Keadilan, yang memerintah Turki, di Provinsi Karaman, Anatolia Tengah Minggu 17 Desember 2017.

“Dengan izin Allah, kami akan membuka kedutaan besar kami di sana,” kata Erdogan, yang dikutip oleh harian Hurriyet.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengungkapkan rencana Ankara untuk membuka Kedutaan Besar di Yerusalem Timur pada Kamis 14 Desember 2017, sehari setelah Organisasi Kerja Sama Islam bertemu di Istanhul dan mengakui Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota Negara Palestina, sebagai tanggapan atas keputusan Amerika untuk mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Tindakan sepihak yang dilakukan oleh Presiden Amerika Donald Trump pada 6 Desember telah menyulut bentrokan rusuh di wilayah Palestina serta protes di negara lain.

“Jangan berusaha melakukan operasi Zionis [Israel]. Jika anda melakukannya, biayanya akan besar,” demikian peringatan Presiden Turki.

Status Yerusalem termasuk masalah inti yang berkaitan dengan proses perdamaian Palestina-Israel, yang hampir mati.

Sementara itu Ketua Parlemen Mesir Ali Abdel-Aal  mengatakan Mesir sedang mempersiapkan resolusi PBB untuk menghadapi pengakuan Amerika mengenai Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.

Ketika berbicara selama sidang parlemen Minggu, Abdel-Aal mengatakan Mesir telah mulai menghubungi semua pemimpin Arab dan sejumlah pejabat asing buat resolusi tersebut.

Abdel-Aal menegaskan Yerusalem akan tetap menjadi kota Arab, dan kembali menyampaikan penolakan Mesir atas keputusan Amerika untuk mengakui kota suci itu sebagai Ibukota Israel dan pemindahan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Semua anggota Parlemen Mesir menghadiri sidang tersebut dengan mengenakan kain selempang yang bertuliskan “Yerusalem adalah Arab”.

Abdel-Aal mengambahkan wakil Mesir untuk Dewan Keamanan PBB telah menyerukan penyelenggaraan sidang darurat untuk membuat pemerintah Amerika mencabut keputusannya.

Meskipun Israel merebut Yerusalem Timur dari Jordania dalam Perang 1967 dan mengumumkan seluruh kota tersebut sebagai “ibu kotanya yang tak terpisahkan” pada 1980, tindakan itu tak pernah diakui oleh masyarakat internasional.

Rakyat Palestina berkeras mereka mesti mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai Ibukotanya dalam penyelesaian akhir.

Berdasarkan kesepakatan perdamaian terdahulu Palestina-Israel, status Yerusalem mesti diputuskan melalui pembicaraan status-akhir antara Palestina dan Israel.

Exit mobile version