Pembom jarak jauh Tupolev Tu-22M3 Rusia menjadi salah satu aset yang bekerja keras dalam misi serangan udara Rusia ke Suriah. Selama melakukan misi tersebut mereka ditempatkan di sebuah wilayah rahasia di Ossetia Utara. Kini setelah perang dinyatakan selesai, para bomber itu pun kembali ke rumah mereka.
“Setelah berhasil menyelesaikan tugas untuk menargetkan fasilitas teroris di Suriah, awak pesawat pembom jarak jauh Tu-22M3 telah memulai proses pengembalian pesawat dari lapangan terbang ke basis rumah mereka,” kata dinas pers Kementerian Pertahanan Rusia Selasa 12 Desember 2017.
Pada tanggal 11 Desember 2017, Presiden Rusia Vladimir Putin mengunjungi pangkalan udara Hmeymim di Suriah dan memerintahkan Kementerian Pertahanan Rusia memulai penarikan tentara dari negara tersebut.
Bomber Tu-22M3 menjadi aset yang sangat sering digunakan untuk melakukan serangan jarak jauh. Mereka terbang dari Rusia untuk melakukan serangan dan kembali lagi tanpa melakukan pendaratan. Biasanya mereka dikawal oleh jet-jet tempur Rusia yang ditempatkan di Suriah.
Kemampuan mereka membawa senjata dalam jumlah besar menjadikan pesawat yang dijuluki oleh NATO sebagai Backfire tersebut memang terbukti efektif untuk menghancurkan banyak target termasuk target yang dilindungi seperti bunker beton.
Selama operasi Suriah, pesawat Aerospace Force Rusia melakukan 6.956 penerbangan, sementara helikopter melakukan lebih dari 7.000 penerbangan. Lebih dari 32.000 militan terbunuh dan lebih dari 12.000 senjata dan perangkat keras militer hancur.
Pasukan darat juga mulai dipulangkan dari Suriah. Sebuah batalyon polisi militer di Distrik Militer Selatan yang dikirim ke Suriah, juga telah ditarik ke Dagestan di Makhachkala dengan menggunakan dua pesawat kargo.
“Sejak Mei 2017, personil batalion telah memenuhi tugas untuk mengendalikan pelaksanaan gencatan senjata di zona de-eskalasi, memastikan keamanan warga sipil selama usaha kemanusiaan dan mengawal konvoi kemanusiaan,” kata kementerian tersebut.
Unit polisi militer Rusia dikirim ke Suriah pada bulan Desember 2016 untuk menjaga keamanan di zona de-eskalasi. Untuk mengendalikan pelaksanaan gencatan senjata, petugas polisi militer mendirikan 26 pos pengamatan dan 8 pos pemeriksaan untuk menjamin penyampaian bantuan kemanusiaan, membantu pergerakan warga sipil dan aktivitas ekonomi yang tidak terhalang.
Baca juga: