Pada 31 Mei 2012 seorang pilot latih di Tyndall AFB, Florida, mencoba melakukan touch and go di landasan, namun dia menarik roda pendaratan sebelum mendorong throttle ke kekuatan penuh. Alih-alih lepas landas, pesawat tersebut mendarat dengan perut metalik dan carbonfibre serta tergelincir 853m di landasan pacu sampai berhenti. Pilot kemudian keluar dari pesawat tanpa cedera dengan membuka kanopi.
Tetapi butuh enam tahun untuk memperbaiki pesawat itu sebelum akan dikembalikan ke layanan pada Maret 2018 mendatang. Lamanya perbaikan tidak lepas dari masalah di mana produksi F-22 telah berhenti dan jumlahnya yang sangat sedikit.
Menurut sebuah dokumen Angkatan Udara Amerika yang dilansir Flightglobal Sabtu 9 Desember 2017 menyebutkan penilaian oleh tim ahli dari USAF, Lockheed dan Boeing menyebutkan kerusakan kecelakan itu mencapai sekitar $ 35 juta atau sekitar Rp474 miliar.
Selain memperbaiki goresan pada kulit sayap dan stabilator, USAF juga mengganti kulit dan pintu bagian tengah dan belakang.
Analisis tersebut juga menunjukkan bahwa dua komponen internal – sekat pesawat dan bagian kulit sayap – mewajibkan USAF untuk memasang logam dan karbon. Perbaikan yang paling signifikan dilakukan pada sekat yang dikenal sebagai flight station 637, di mana beberapa bagian perlu ditambal dengan ukuran besar.
Pesawat dengan nomor 4037 akan kembali terbang hampir bersamaan dengan rencana USAF untuk mengenalkan kembali F-22 mothballed lainnya ke status terbang. Pesawat nmor 4006, salah satu pesawat uji yang telah diparkir di tempat penyimpanan dijadwalkan untuk segera kembali lagi ke layanan dengan perangkat lunak Block 20.
Armada F-22 sendiri terdiri dari 137 pesawat tempur tempur, 15 pesawat uji dan 31 pesawat latih