Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengatakan kendati Presiden Donald Trump telah memutuskan untuk mengakui kota suci itu sebagai ibu kota Israel, status akhir Yerusalem akan ditentukan oleh para perunding Israel dan Palestina.
“Presiden [Trump] tidak mengisyaratkan status akhir untuk Yerusalem,” kata Tillerson kepada para wartawan di Paris dalam acara jumpa pers bersama Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian, Jumat 9 Desember 2017.
“Menurut saya, dia [Trump] sangat jelas, bahwa status akhir Yerusalem, termasuk perbatasan, akan tergantung pada perundingan dan keputusan pihak-pihak terkait,” tambahnya.
Pada Rabu, Donald Trump membalikkan kebijakan yang telah dianut Washington selama berpuluh-puluh tahun dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Trump memutuskan untuk memindahkan kedutaan besar Amerika dari Tel Aviv ke kota tua tersebt.
Yerusalem merupakan kota suci yang merupakan masalah sensitif dalam perundingan perdamaian serta menjadi topik utama pertentangan selama berpuluh-puluh tahun antara para perunding Palestina dan Israel.
Pengakuan Trump itu mengundang kecaman dari seluruh dunia dan penentangan dari negara-negara Arab dan berpenduduk mayoritas Muslim serta mengecewakan negara-negara Barat.
Warga Palestina pada Jumat menggelar protes di Tepi Barat, Jalur Gaza dan Yerusalem Timur atas pengakuan yang diberikan Amerika terhadap Yerusalem. Setidaknya satu warga Palestina tewas sementara ratusan terluka saat bentrokan dengan tentara-tentara Israel. Protes dan kecaman juga datang dari seluruh penjuru dunia.
Bagi Tillerson, memindahkan kedutaan Amerika dari Tel Aviv ke Yerusalem “sudah pasti akan dilakukan”. Namun, proses pemindahan akan membutuhkan waktu. “[Pemindahan kedutaan] ini bukan sesuatu yang akan terjadi tahun ini atau bahkan mungkin tahun depan,” katanya.