Yerusalem menjadi nama kota yang paling banyak disebut dalam beberapa hari terakhir. Kota ini juga telah menjadi simbol dari meningkatnya ketegangan di kawasan yang selama ini memang sudah penuh dengan konflik dan korban jiwa.
Semua dipicu oleh keputusan Presiden Amerika Donald Trump yang mengakui kota suci tiga agama yakni Islam, Nasrani dan Yahudi tersebut sebagai Ibukota Israel.
Salah satu kota tertua di dunia ini terletak di dataran tinggi Pegunungan Yudea antara Laut Tengah dan Laut Mati.
Selama sejarahnya yang panjang, kota suci tersebut telah hancur setidaknya dua kali, dikepung 23 kali, diserang 52 kali, dan berpindah dari satu penguasan ke penguasa lain selama 44 kali.
Kota ini juga diselimuti dengan nubuat baik dari sisi umat Islam, Yahudi maupun Nasrani. Meski berbeda-beda tetapi ujung dari nubuat tersebut hampir sama, yakni akhir zaman yang akan menjadi waktu-waktu terakhir sebelum datangnya kiamat.
Sebelum Israel ada, akan sulit membayangkan bagaimana skenario perang akhir zaman akan berlangsung antara umat Islam dengan Yahudi seperti yang diramalkan dalam agama. Betapa tidak, selama dua ribu tahun, orang Yahudi tersebar di banyak tempat. Mereka menjadi kaum yang tak punya rumah, dan menumpang dari belas kasihan umat lain, terutama umat Islam dan Kristiani.

Dari sisi politik, agama Yahudi pun tak disokong kekuatan besar, seperti halnya Islam dan Kristen. Pendek kata, kaum ini tidaklah diperhitungkan. Tapi, di penghujung 1800-an, sejarah berjalan cepat.
Sebuah gerakan bernama Zionisme, muncul ke permukaan sejarah, dan merancang pendirian sebuah rumah bagi kaum Yahudi. Tapi, bukan ke sebuah lahan kosong, melainkan ke Darussalam atau Yerusalem, tanah damai tiga agama, yang saat itu masih berada di bawah Khilafah Ustmaniyah.
Sejak 1882 gerakan Zionis ini berulang kali memobilisasi kaum Yahudi dari berbagai negara, terutama Eropa, untuk kembali ke Yerusalem, dan mengklaimnya sebagai milik mereka. Lewat Deklarasi Balfour, Inggris pun berjanji membantu pendirian negara Yahudi itu.
Inggris kemudian mengalahkan tentara Khilafah Ustmani, dan memasuki Tanah Suci pada 1917. Pada 14 Mei 1948, negara Yahudi pun diproklamasikan oleh David ben Gurion, yang kemudian menjadi perdana menteri pertama Israel. Negeri yang baru berdiri itu segera unjuk gigi.

Israel bukan hanya mampu memenangkan perang, melainkan juga mempermalukan bangsa Arab yang mengeroyoknya. Dan, kini Israel menjadi satu-satunya kekuatan nuklir di Timur Tengah. Dengan kepemilikan diperkirakan 60 hingga 200 rudal berhulu ledak nuklir, Israel merupakan ancaman nyata bagi bangsa-bangsa di Timur Tengah.
Dan, fakta itu pun mengonfirmasi takdir akhir zaman yang disampaikan Nabi Muhammad dalam sejumlah hadisnya, bahwa Muslim akan berperang menghadapi Yahudi. Messiah Israel memang bukan ‘negara’ biasa. Dia merupakan sebuah pertanda, terutama bagi penganut Islam, Kristen, dan Yahudi.
Seperti ditulis pakar eskatologi Islam, Imran Hosein, dalam bukunya, Jerusalem in the Qur’an, Yahudi meyakini restorasi Israel —setelah dua ribu tahun Kerajaan Israel dihancurkan— merupakan satu dari tujuh tanda kehadiran Mahsiah, atau Moshiah, atau Mashiach, atau Moshiach.

Itu adalah bahasa Ibrani dari al-Masih atau Messiah. Tapi, al-Masih yang mereka tunggu bukanlah kedatangan Nabi Isa al-Masih, sebagaimana keyakinan Islam dan Kristen. Mereka menunggu Messiah yang lain.
Meski sedang berlangsung, restorasi Israel tersebut belumlah sempurna. Yang dimaksud restorasi Israel bukanlah sekadar pendirian negara Israel, tapi juga negara dengan luas seperti pada era Nabi Daud, yang merupakan era keemasan Bani Israil. Bahkan, gerakan Zionis saat ini menambahkannya dengan gagasan Israel Raya (Eretz Yisrael), yang membentang dari Delta Nil (yang kini masih dikuasai Mesir) hingga ke Sungai Eufrat (yang kini masih dikuasai oleh Irak), seperti yang tertulis di Kitab Genesis, bahkan lebih luas lagi.

Terus mengalirnya orang-orang Yahudi dari berbagai penjuru dunia ke Israel, membutuhkan tempat tinggal. Dan, persoalan inilah yang sampai saat ini terus menerus memicu persoalan, karena Israel terus membangun permukiman baru dan mengusir orang Arab.
Pada 1948, saat Israel diproklamasikan, mereka telah menguasai Yerusalem Barat. Setahun kemudian, Israel menobatkan Yerusalem sebagai ibu kota.
Yerusalem Timur dicaplok Israel, setelah Perang Enam Hari pada 1967. Meski Israel secara sempurna telah menguasai Yerusalem, dan mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota abadi Israel, namun tidak ada negara yang mengakuinya sebelum kemudian Donald Trump mengumumkan pengakuan tersebut.

Israel ingin membangun lagi Kuil Sulaiman (Haykal Sulaiman atau Masjid Sulaiman). Kendati Kota Tua Yerusalem telah berada di bawah pendudukan Israel, namun Masjid al-Aqsa dan Masjid Kubah Batu (the Dome of Rock) masih berdiri. Kompleks Haram al-Sharif ini, berdiri di atas reruntuhan Haikal Sulaiman yang dihancurkan Romawi.
Kompleks ini, sampai saat ini masih dikelola Yayasan Wakaf di bawah pemerintahan Palestina dan Yordania. Bukan rahasia lagi Israel ingin membangun Kuil Sulaiman yang terletak di lokasi Masjid al-Aqsha. Hal ini mau tidak mau menjadikan Israel harus menghancurkan masjid itu.

Kuil pertama dibangun Nabi Sulaiman, sebelum akhirnya dihancurkan Nebukadnezar. Kuil kedua dibangun Cyrus Agung, dan kemudian dihancurkan Romawi. Sedangkan kuil ketiga, menurut keyakinan Yahudi, akan dibangun di masa mendatang, yang menjadi pertanda era messiah (the messianic age).