Kapal perang merupakan teknologi perang yang memerlukan investasi dan biaya sangat mahal.
Butuh waktu lama untuk merancang dan membangun. Dalam lingkungan geopolitik abad ke-20 kapal perang yang direncanakan tidak selalu berakhir dengan keberhasilan.
Bahkan akhirnya tidak mampu berlayar. Dan berikut lima kapal perang yang tidak pernah dibangun tetapi tidak pernah berlayar.
1. South Dakota (Amerika Serikat)
Pada akhir Perang Dunia I, Inggris, Jepang, dan angkatan laut Amerika mulai berlomba membangun kapal perang dengan konstruksi yang mengesankan.
Amerika yang relatif tidak terlibat perang sebelummya memiliki keunggulan dalam hal ekonomi yang lebih baik sehingga berpotensi memenangkan perlombaan ini.
Amerika merancang dua entri pertamanya yakni battlecruisers kelas Lexington dan kapal perang kelas South Dakota.
South Dakota merupakan salah satu kapal dengan desain paling kuat. Memiliki bobot perpindahan 48.000 ton dan akan mampu melaju dengan kecepatan 23 knot serta akan mengusung 12 senjata besar yang ada di tiga menara kapal. Persenjataan utama ini akan membuat mereka menjadi kapal terkuat yang pernah dibangun.
Tetapi kemudian muncul Washington Naval Treaty yang membatasi ukuran kapal sehingga program ini dihentikan. Dari rencana semula membangun enam kapal tidak ada satupun yang selesai.
2. G3 (United Kingdom)
Battlecruisers kelas G3 menjadi gambaran perubahan radikal dari Angkatan Laut Inggris. Seperti yang juga dialami dengan lahirnya HMS Hood yang lahir sebelumnya.
G3 akan mengadopsi beberapa inovasi, termasuk senjata 16 inci, tiga menara, dan skema perlindungan modern.
Menggusur 48.000 ton, G3 akan membawa 9 senjata 16 “di tiga menara dengan kecepatan maksimum 32 knot dan baju besi yang sepadan dengan senjata yang mereka bawa.
Secara bentuk G3 berada di antara kapal perang paling jelek yang pernah direncanakan. Namun demikian, mereka unggul dalam baju besi dan persenjataan dibandingkan kapal milik Jepang dan Inggris pada saat itu.
Seperti South Dakota dan beberapa kapal perang kelas lain, G3 tidak pernah menjadi kenyataan karena adanya Washington Naval Treaty.
NEXT
3. Sovetsky Soyuz (Uni Soviet)
Pada tahun 1918, rezim Bolshevik mewarisi Angkatan Laut Imperial Rusia, yang terdiri dari dreadnoughts usang beberapa kapal tua dan kecil yang tidak akan memadahi untuk membela perbatasan maritim mereka yang sangat luas.
Pada tahun 1920-an dan 1930-an, pemerintah Soviet kemudian memunculkan berbagai skema untuk merekonstruksi armada. Meski secara ekonomi lemah, Soviet akhirnya pada akhir 1930-an mulai pembangunan armada tempurnya.
Moskow mencari kapal perang yang bis bersaing dengan milik Jerman dan Jepang. Sebanyak 15 kapal kelas Sovetsky Soyuz dengan bobot 60.000 ton danmembawa sembilan senjata 9 16 ” di tiga menara triple dan memiliki kecepatan 28 knot akan dibangun.
Mereka akan memberikan inti dari empat skuadron pertempuran Soviet di Kutub Utara, Baltik, Laut Hitam, dan Pasifik. Sayangnya, persyaratan desain melebihi kemampuan pembuatan kapal Soviet. Soviet tidak bisa memproduksi pelat baja cukup tebal, sehingga perlindungan yang lemah.
Lebih penting lagi, pembuat kapal Soviet tidak memiliki keahlian dalam membangun kapal-kapal besar tersebut. Soviet terpaksa membatalkan program tersebut.
4. H39 (Jerman)
Setelah pembatasan dikenakan pada Jerman oleh Perjanjian Versailles dilanggar, Hitler kemudian berusaha untuk membangun kembali kekuatan angkatan laut Jerman.
Langkah pertama adalah pembangunan dua kapal perang kelas Scharnhorst, diikuti oleh yang jauh lebih besar dan lebih kuat yakni Bismarck dan Tirpitz. Dan selanjutnya merka melangkah pada pembangunan enam kapal kelas H-39.
H39 besarnya mirip dengan Bismarcks, tapi kemungkinan akan lebih unggul dalam beberapa teknologi.
H-39 akan menggusur bobot 57.000 ton, melaju dengan kecepatan 30 knot dengan membawa 8 senjata 16 di empat menara kembar.
Perencana Jerman membangun kapal yang tidak hanya untuk digunakan di laut utara tetapi juga di Baltik untuk mengimbangi kelas Sovetsky Soyuz yang tengah dibangun.
Hanya dua kapal kelas H39 yang ditetapkan ketika kemudian perang dimulai. Pemerintah Nazi memutuskan untuk berkonsentrasi pada prioritas lain, termasuk kapal-kapal kecil dan peralatan untuk Luftwaffe dan Wehrmacht. Bahan yang sudah terkumpul untuk membangun dua kapal rusak dan akhirnya gagal total.
5. A-150 (Jepang)
Pada akhir 1930-an, Jepang memulai sebuah proyek ambisius untuk membangun kekuatan laut guna menguasai dunia. Langkah pertama dalam proyek ini adalah pembangunan lima kapal perang kelas Yamato, yang menjadi kapal perang terbesar di dunia.
Langkah berikutnya kapal kelas A-150 yang jauh lebih besar dari Yamato dengan menggunakan enam senjata 20.1 ” di tiga menara kembar. Senjata ini akan dengan mudah menghancurkan baju pelindung kapal manapun.
Meskipun spesifikasi kapal ini sendiri sampai sekarang masih misterius karena Jepang menghancurkan semua dokumentasi mengenai kapal pada akhir perang. Tetapi diperkirakan kapal ini akan mampu melaju dengan kecepatan 30 knot.
Jepang dimaksudkan untuk melahirkan A-150 pertama pada tahun 1942. Namun kemudian diputuskan Angkatan Laut Kekaisaran Jepang dibutuhkan kapal dukungan yang lebih kecil (belum lagi kapal induk) lebih dari satu set kapal perang. Seiring dengan dua Yamato terakhir, A-150 tidak pernah dibangun.