Pada Sabtu 19 November 2017, pesawat intelijen elektronik Tu-154MD milik Angkatan Udara Pembebasan Rakyat China atau People’s Liberation Army Air Force (PLAAF) terbang antara pulau Jepang di Okinawa dan Miyako – sebuah wilayah yang dikenal sebagai Selat Miyako. Keesokan harinya, empat pembom jarak jauh Xian H-6K dan sebuauh pesawat tempur elektronik Shaanxi Y-8 juga terbang melewati selat tersebut.
Pembom H-6K dapat membawa muatan sampai 12 ton dan dapat dipersenjatai dengan tujuh rudal antikapal supersonik YJ-12 atau rudal jelajah serangan darat CJ-10A (KD-20) yang dapat membawa hulu ledak nuklir.
Jet tempur Jepang selama dua hari tersebut terbang cepat untuk mengawal pesawat hina, namun mereka tidak melaporkan adanya pelanggaran terhadap wilayah udara Jepang.
Penerbangan tersebut hanya merupakan penerbangan Angkatan Udara China terbaru yang melalui Selat Miyako.
Pada bulan Juli, H-6K China juga terbang melintasi daerah tersebut, membuat marah pemerintah Taiwan dan Jepang. Meskipun tidak ada pelanggaran terhadap wilayah udara yang tercatat dalam insiden tersebut, pemerintah Jepang mengirim sebuah protes resmi ke China. Hal ini dipicu pernyataan Beijing yang mengatakan Jepang seharusnya tidak perlu ribut-ribut tentang apa yang mereka lakukan dan bahwa Tokyo perlu membiasakan diri dengan itu.
Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan pada bulan Agustus, Angkatan Udara China menerbangkan enam H-6K di dekat Semenanjung Kii Kansai, dekat dengan daratan Jepang, untuk pertama kalinya.
Kementerian Pertahanan China membuat pernyataan tegas setelah misinya, mengatakan “tidak peduli penghalang apa yang dihadapi, Angkatan Udara China akan melanjutkan seperti sebelumnya. Tidak peduli siapa yang terbang bersama kita, Angkatan Udara China akan sering terbang! ”
China dan Jepang juga memiliki konflik teroritorial di Laut Cina Timur terkait kepemilikan sebuah kepulauan yang oleh Jepang disebut Senkaku dan China menyebutnya Diaoyu oleh China. Taiwan juga mengklaim pulau-pulau tersebut dan menyebut mereka sebagai Tiaoyutai.
China meningkatkan ketegangan pada tahun 2013 saat negara tersebut mengumumkan “zona identifikasi pertahanan udara”, yang akan memberikan kontrol atas semua wilayah udara di wilayah tersebut.
Jepang telah semakin khawatir tentang pelanggaran wilayah udara oleh pesawat China. Tahun lalu, Angkatan Udara Bela Diri Jepang menciptakan sayap udara baru yang berbasis di Pangkalan Udara Naha di Okinawa. Jepang juga menggandakan jumlah jet tempur yang digunakan dalam misi mencegat dari dua menjadi empat.
Meski mengalami ketegangan, Kementerian Pertahanan Jepang melaporkan penurunan keseluruhan jumlah pencegatan dari paruh pertama tahun fiskal ini yang mencapai 287, dibandingkan dengan periode waktu yang sama tahun 2016, sebanyak 407.
Namun, Kementerian Pertahanan Jepang telah melaporkan peningkatan penerbangan “tidak biasa”, seperti latihan di dekat Semenanjung Kii, dan penerbangan lainnya dengan pesawat pembom dan pengumpul intelijen dan pesawat perang elektronik.
Pada bulan Oktober, pembom China dilaporkan mempraktikkan pemboman yang dimaksudkan untuk menargetkan Guam, yang, seperti Okinawa, menjadi tuan rumah instalasi militer penting Amerika.
Insiden tersebut menunjukkan bahwa China memiliki ambisi yang lebih besar di Pasifik dan dengan Beijing memodernisasi militernya dengan cepat, banyak negara semakin khawatir.
