Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, sedang mendisiplinkan kepemimpinan organisasi militer negara tersebut. Ini adalah tindakan pertama yang terjadi dalam 20 tahun terakhir.
Upaya ini dilakukan untuk memperkuat cengkeraman pengaruh pemimpin muda tersebut di kalangan elite partai dan angkatan bersenjata.
Analis dan ahli memperhatikan tanda-tanda gemuruh di dalam rezim Kim yang bisa berpengaruh pada stabilitas pemerintahan dan program nuklir serta rudalnya. Mereka mengatakan bahwa Kim tampaknya menggunakan taktiknya untuk menanamkan rasa takut kepada para elite untuk memperkuat kontrolnya. Jika tidak demikian maka situasi akan semakin sulit dikendalikan karena Korea Utara harus bersiap untuk menghadapi situasi yang semakin sulit di tengah rencana pemberian sanksi baru PBB kepada negara tersebut. Jika gejolak terjadi, maka kudeta militer seperti yang terjadi di Zimbawe bisa merembet ke Pyongyang.
Dalam sebuah briefing parlemen pintu tertutup pada Senin 20 November 2017, Dinas Intelijen Nasional Korea Selatan mengatakan kepada anggota parlemen bahwa Biro Politik Umum Korea Utara sedang “diaudit” oleh kepemimpinan negara tersebut untuk pertama kalinya dalam 20 tahun. Menurut anggota Parlemen Korea Selatan yang ikut dalam briefing tersebut mengatakan direktur organisasi militer, Wakil Marsekal Hwang Pyong-jadi, dan para deputinya “dihukum”.
Biro Politik Umum mengawasi kehidupan politik Angkatan Darat Korea Utara yang beranggotakan 1,1 juta orang terutama memantau kesetiaan pejabatnya. Wakil Marsekal Hwang secara luas dikenal sebagai orang nomor dua di rezim totaliter Kim.
Badan intelijen tersebut sebagaimana dikutip New York Times tidak mengungkapkan bagaimana memperoleh informasinya. Tapi lembaga tersebut tidak menggunakan ungkapan “pembersihan” atau “eksekusi,” yang mengindikasikan bahwa Wakil Marsekal Hwang bisa jadi hanya ditegur dan mungkin masih memegang jabatannya. Dia belum terlihat di depan umum sejak 13 Oktober, menurut media berita Korea Selatan, yang memantau Korea Utara.
Pejabat intelijen Korea Selatan mengatakan Biro Politik Umum diaudit karena “sikap tidak murni” dan langkah tersebut dipelopori oleh Choe Ryong-hae, seorang pejabat tinggi Partai Pekerja yang mendapat pengaruh lebih besar dalam sebuah pertemuan partai pada awal Oktober.
Choe dan Wakil Marsekal Hwang telah selamat dari serangkaian pembersihan yang seringkali berdarah untuk mengkonsolidasikan wewenangnya sejak mengambil alih rezim setelah kematian ayahnya, Kim Jong-il, pada tahun 2011.
Namun dalam beberapa tahun terakhir, Wakil Marsekal Hwang telah menampakkan diri lebih dekat kepada Kim daripada Choe. Namanya di atas Choe dalam daftar kepemimpinan yang menjadi sebuah indikator kunci Hwang dianggap lebih dekat kepada Kim. Choe juga mengalami kemunduran pada tahun 2014, ketika Wakil Marsekal Hwang menggantikannya sebagai Kepala Biro Politik Umum.
Namun, dalam beberapa bulan terakhir, pengamat Korea Utara mulai melihat sebuah pergeseran. Ketika media pemerintah Korea Utara mengumumkan daftar kepemimpinan pada bulan Oktober, nama Wakil Marsekal Hwang berbalik di bawah Mr Choe dan Perdana Menteri Pak Pong-ju, yang bertanggung jawab atas ekonomi.
“Munculnya Choe dan Pak mencerminkan niat Korea Utara untuk fokus pada ekonomi dan bagaimana mengatasi sanksi internasional, sekarang telah berhasil menguji sebuah bom hidrogen,” kata Cheong Seong-chang, seorang analis di Sejong Institute , sebuah think tank Korea Selatan, menulis dalam sebuah analisis baru-baru ini.