Setelah 16 tahun berjalan, untuk pertama kalinya jet tempur F-22 Raptor terjun langsung ke medan Perang Afghanistan. Angkatan Udara Amerika Serikat mengirimkan jet tempur siluman tersebut untuk menghancurkan delapan fasilitas produksi opium Taliban di Provinsi Helmand.
Komandan Pasukan Amerika di Afghanistan Jenderal John Nicholson Senin 20 November 2017 serantan menggunakan Raptor dilakukan pada Minggu. Menurutnya pasukan Amerika dan Afghanistan secara total menghancurkan 10 fasilitas pada hari pertama Operasi Jagged Knife, sebuah operasi gabungan udara yang melibatkan A-29 Afghanistan dan B-52 dan F-22 Amerika untuk menghancurkan sejumlah pabrik yang menurut Nicholson digunakan sebagai sumber pendapatan bagi Taliban.
Operasi tersebut menandai penggunaan pertama F-22 untuk melakukan serangan udara di Afghanistan. Petarung siluman canggih tersebut sebenarnya memiliki kemampuan yang jauh melebihi apa yang seharusnya diperlukan untuk menghancurkan target Taliban. Hal ini memunculkan pertanyaan mengapa platform sangat mahal tersebut harus digunakan untuk menghancurkan target yang bisa saja dilakukan oleh pesawat yang lebih murah semisal A-10 Warthog.
Nicholson sebagaimana dikutip Defense News mengatakan bahwa F-22 dipilih dalam keputusan pada menit-menit terakhir berdasarkan pada pesawat apa yang tersedia dengan kemampuan untuk membawa bom presisi kecil. Hal ini diperlukan karena target berada di kompleks padat penduduk.
Nicholson juga menunjukkan rekaman ketika sebuah target digempur rudal yang dilepaskan F-22. Rudal berdiameter kecil berdiameter dan seberat 250 pon tersebut menghancurkan dua struktur di dalam kompleks tersebut dan satu bangunan tidak diserang dengan alasan untuk menghindari korban sipil. Rekaman bisa anda lihat di sini
“Itu bukan karena beberapa kemampuan lain dari pesawat terbang itu yang menjadikan F-22 dipilih,” kata Nicholson.
Dalam sebuah pernyataan, Komando Pusat Udara Amerika mengatakan bahwa F-22 digunakan karena berbagai alasan, namun terutama untuk mengurangi kerusakan dan korban sipil dengan menggunakan bom berdiameter kecil yang dibawa oleh pesawat terbang. Dalam serangan lain, B-52 menjatuhkan bom 2.000 pound ke fasilitas produksi lain.
Nicholson mengatakan operasi yang sedang berlangsung mencerminkan bagaimana militer Amerika telah mengubah taktik sejak Agustus, ketika Presiden Donald Trump menyetujui untuk memperluas otoritas di mana pasukan Amerika dapat menyerang Taliban dan kelompok militan lainnya di Afghanistan. Sebelumnya, pasukan Amerika hanya bisa menyerang ketika diserang.
“Otoritas baru ini mengizinkan kita menyerang musuh, untuk menyerang jaringan keuangan mereka, aliran pendapatan mereka, “kata Nicholson.
Nicholson menolak mengatakan berapa banyak pesawat Amerika yang terlibat dalam operasi tersebut atau berapa banyak fasilitas yang ingin dihancurkan dalam operasi selanjutnya. Nicholson memperkirakan ada sekitar 400 sampai 500 fasilitas produksi opium di Afghanistan.
Dikatakan F-22 lepas landas dari Pangkalan Udara Al Dhafra di Uni Emirat Arab dan B-52 berasal dari 69th Expeditionary Bomber Squadron yang ditempatkan di Pangkalan Udara Al Udeid Air Base. Serangan udara didukung oleh tanker KC-10 dan KC-135, pesawat pengintai serta pesawat komando dan kontrol.