Inggris lebih dari sekadar negara yang merintis peperangan lapis baja, dan Challenger 2 milik mereka berdiri di antara tank-tank terbaik di dunia.
Tank 62 ton ini membangun reputasi untuk ketangguhan luar biasa selama pertempuran di Irak. Namun, meski desainnya lebih baru daripada Leopard atau Abrams, Challenger 2 belum diberi upgrade ekstensif seperti rekan-rekan mereka di NATO, dan umumnya dianggap tertinggal.
Pada bulan Januari 2017, Kementerian Pertahanan Inggris menyatakan telah mengungukap proposal kompetisi BAE Systems dan Rheinmetall Jerman untuk Challenger 2 Life Extension Program (LEP) sederhana untuk memperbaiki sensor kendaraan dan komputer kontrol tembakan.
Meski LEP dimaksudkan untuk meningkatkan kehidupan layanan Challenger 2 sampai tahun 2035, kedua proposal tersebut tidak membahas masalah yang paling penting dari kendaraan tersebut.
Challenger 2 memasuki layanan 15 tahun setelah Challenger 1 pada tahun 1983. Pada saat itu, tank Inggris pertama yang mendapatkan keuntungan dari armor komposit Chobham yang mutakhir, yang secara meyakinkan mengembalikan keunggulan pertahanan tank modern.
Namun, Challenger 1 masih berbagi banyak sistem dengan tank Chieftain yang ada lebih dahulu, termasuk sistem kontrol tembakan yang lamban. Tank baru ini tampil buruk dalam latihan dan mengalami masalah peralatan yang boros. Kementerian Pertahanan kemudian menandatangani desain modern yang lebih menyeluruh pada tahun 1989.
Ironisnya, Challenger 1 tampil cemerlang di bawah kondisi pertarungan yang sebenarnya dalam Perang Teluk dengan menghancurkan 200-300 tank Irak tanpa satupun menjadi korban. Challenger dan Abrams benar-benar menguasai medan.
Tentara Irak menerjunkan tank-tank Soviet yang sudah tua yang tidak bisa mengalahkan armor berat semacam Challenger dan Abrams. Bahkan senapan 120 milimeter di kedua kendaraan bisa dengan mudah menembus baju besi lawan. Seorang kru Challenger 1 bahkan mencapai rekor tembakan jarak jauh selama konflik dengan menghancurkan sebuah tank Irak dari jarak 3,2 mil.