Senjata Rusia dan China yang murah, seperti rudal dan cyberwar telah mengancam ketergantungan Barat pada senjata mahal seperti kapal induk.
“China dan Rusia tampaknya telah memfokuskan banyak (tapi tidak semua) usaha untuk dapat membahayakan aset utama Barat yang besar dan mahal,” demikian sebuah studi baru-baru ini yang disusun Royal United Services Institute (RUSI), sebuah think tank militer Inggris.
“Pemerintah Barat benar-benar menyadari masalah dalam perang pemberontakan. Mereka telah menemukan diri mereka menggunakan senjata seharga US$ 70.000 [sekitar Rp932 juta], yang kadang ditembakkan dari pesawat yang menghabiskan US$ 30.000 per jam terbang [sekitar Rp399 juta] untuk menghancurkan kendaraan pick-up Toyota yang mungkin seharga US$ 10.000 [Rp133 juta],” bunyi laporan tersebut yang dikutip Michael Peck dari National Interest Sabtu 15 Juli 2017.
“Sistem rudal dengan biaya kurang dari US$642.000 [sekitar Rp8,5 miliar] setiap unitnya bisa melumpuhkan kapal induk Inggris yang harganya lebih dari US$3,9 miliar [Rp52 triliun]. ”
Laporan tersebut merupakan respons terhadap Strategi Offset Ketiga Amerika, upaya Pentagon untuk mencari cara mempertahankan keunggulan militer mereka di tengah munculnya perang asimetris.
Kemampuan rudal atau virus komputer untuk menghancurkan atau mematikan senjata era Perang Dingin yang mahal seperti kapal induk atau tank, atau satelit dan jaringan komputer yang mendukungnya, telah membuat perencana Amerika bergulat untuk merancang kemampuan baru.
Dengan anggaran pertahanan yang hanya sepersepuluh dari Amerika Serikat, Inggris tidak dapat membelanjakan uang untuk berbagai proyek seperti Pentagon. Jadi, dengan keharusan, penelitian di Inggris menawarkan pandangan yang sangat jelas tentang situasinya.
RUSI mengatakan Amerika Serikat menerjunkan rudal siluman dan rudal jelajah lebih dari 25 tahun yang lalu. “Akan sangat naif jika Rusia dan China tidak berada di tempat yang memimpin negara-negara NATO tiga dekade yang lalu.”
Begitu pula Barat mengandalkan keunggulan teknologi. Angkatan bersenjata Amerika dan Inggris dikonfigurasi untuk berperang ke luar negeri, dalam pasukan ekspedisi atau untuk mendukung sekutu.
Sebaliknya, Rusia dan China telah memilih untuk fokus pada pertempuran di dekat perbatasan rumah mereka, seperti Eropa timur atau Laut Cina Selatan. “Jadi, walaupun Amerika menghabiskan lebih banyak pada pengembangan teknologi pertahanan daripada musuh potensial, teknologi yang lebih baik tidak bisa diartikan sebagai keuntungan militer di sebuah teater tertentu,” catat RUSI.
Studi RUSI menunjukkan bahwa Inggris – dan secara implisit Amerika Serikat – mengadopsi pendekatan empat cabang yang disebutnya Tolerate, Treat, Transform and Terminate. Tiga yang pertama mengacu pada mempertahankan kemampuan senjata saat ini, meningkatkan senjata saat ini untuk memenuhi ancaman masa depan dan mengembangkan teknologi baru sepenuhnya.
Namun, pilihan terakhir-apa yang disebut RUSI dengan Terminate-adalah yang paling eksplosif. Ini pada dasarnya berarti menyingkirkan senjata yang tidak bisa lagi tampil efektif dalam pertempuran, namun tidak bisa atau terlalu mahal untuk upgrade.
Laporan RUSI dengan hati-hati menahan diri untuk tidak menyebutkan senjata spesifik yang mungkin perlu dihilangkan. Tetapi mengingat kesimpulan penelitian bahwa senjata Rusia dan China sekarang mengancam ketergantungan Barat pada sejumlah platform yang canggih dan tak tergantikan, kapal induk yang dicintai oleh Angkatan Laut Amerika tampaknya berada di urutan teratas daftar. Pilihan ini tentu akan sangat sulit mengingat Amerika sangat mengandalkan platform ini.
Baca juga:
Besar, Lambat, Bisakah Kapal Induk Bertahan di Perang Saat ini?
